Rabu, 11 November 2009

ETIKA KRISTEN

ETIKA KRISTEN
Etika Kristen bersifat universal dan juga kontekstual. Etika Kristen merupakan sesuatu yang terbuka dan dinamis yang bergerak dalam ruang dan waktu. Maksudnya ialah adanya analisis etis yang harus merupakan suatu interaksi antar disiplin ilmu, dengan konteks budaya sekitar, berorientasi pada masalah-masalah kongkret, dan juga peka terhadap perkembangan serta kecenderungan yang mutakhir.
Dasar etika Kristen adalah iman Kristiani. Iman Kristiani inilah yang akan dipakai untuk menjadi asumsi dasar dalam melakukan penilaian etis. Etika harus memakai penalaran yang bersifat objektif dan rasional. Objektif dan rasional disini berarti etika Kristen dapat disajikan sedemikian rupa dalam bahasa yang dapat ditangkap oleh semua orang.

Sejarah Pemikiran Kristen Mengenai Etika
Literatur gereja pada abad ke-4 belum memiliki Etika Kristen yang sisitematis. Literatur yang dalam Perjanjian Baru lebih bersifat refleksi atas apa yang disebut ‘Etika Situasional’. Analisa Etika Kristen menunjukkan dengan perlahan kesadaran akan kesulitan membuat perbedaan antara tingkah laku orang Kristen dengan yang bukan Orang Kristen. Literatur subapostolik lebih berbicara secara kuat tentang batas-batas tersebut, misalnya : kebenaran dan ke-tidak-benaran, kekudusan dengan ketidak kudusan dalam kehidupan orang Kristen dan yang bukan Kristen. Hal tersebut berkaitan dengan masalah-masalah etika yang adalah karakteristik dari gereja sampai akhir abad ke-4. Abad ke-4 untuk pertama kalinya terminologi (konsep) etika tertulis secara jelas dalam dokumen-dokumen Kristen, misalnya: pada tahun 361 di Kaisarea muncul dokumen delapan peraturan yang mengatur hidup orang Kristen dengan judul dokumen Prinsip-prinsip Etika.
Pada abad pertengahan, Santo Benedik melanjutkan tradisi dari masa lampau. Pada awal abad pertengahan tersebut muncul Rule of Saint Benedict (Peraturan Santo Benedik). Peraturan Benedik tersebut adalah sebuah upaya untuk menata tanggung jawab-tanggung jawab hidup membiara. Peraturan tersebut ditandai oleh penggabungan antara kebutuhan-kebutuhan orang Kristen dengan kelemahan-kelemahan alami manusia, misalnya: peraturan mengenai minuman anggur, hendaklah dikonsumsi secara secukupnya sesuai dengan kebutuhannya dan jangan sampai minuman tersebut memabukkan (jangan jatuh ke dalam godaan).
Pada abad 17 selanjutnya, konsep ‘etika’ lebih kepada penggunaan khusus yang cenderung bersifat rasional dan dipengaruhi pencerahan. Emile Brunner berusaha untuk menggali kaitan dari etika Kristen dengan nilai-nilai alkitabiah. Emile Brunner mencoba mengkaitkan ajaran Luther tentang pembenaran karena iman dengan masalah etika. Pembenaran karena iman seharusnya bisa membawa dampak bertingkah laku yang baik bukan hanya bagi pribadi saja, melainkan juga bagi masyarakat.

KEKHASAN ETIKA KRISTEN
Semua etika yang ada di dunia ini memiliki tujuan yang sejajar yaitu membimbing orang menuju kehidupan yang layak. Hal yang berbeda antara etika kristen dengan etika sekuler adalah persoalan pokoknya. Pada etika sekuler yang menjadi persoalan pokok adalah untuk mencari tahu arti kehidupan yang baik dan bagaimana hal yang harus dilakukan untuk mencapai kehidupan yang baik itu, sedangkan dalam etika kristen mencari tahu hal apa yang harus dillakukan sebagai pengikut Yesus dan bagaiman menjalankan kehidupan yang layak bagi Yesus.
Etika kristen didasari oleh iman kepada Yesus kristus. Orang haruslah dahulu percaya kepada Yesus bahwa Dialah Juruselamat dalam kehidupannya maka etika kristen ada dalam hidup orang tersebut. Etika kristen adalah salah satu ungkapan refleksi teologis seseorang yang menerima dan percaya kepada Yesus dengan menjalankan kehidupan yang layak.
Yesus kritus adalah hal yang khas dari etika kristen. Sebagai pribadi yang konkret, Yesus memiliki suatu daya tarik yang tak terdapat dalam suatu gagasan yang abadi atau suatu sistem yang konseptual. Orang mau menerima Yesus bukan hanya tertarik akan ajaran-Nya saja melainkan pribadi konkret Yesus.
Pribadi Yesus dikenal dengan pribadi yang penuh kasih, adil, taat dan penuh sabar. Pribadi Yesus Kristus dicirikan bukan hanya oleh daya tarik-Nya, tetapi oleh pengarahan praktis. Melaui pribadi Yesus orang mendapat figur yang cocok untuk dijadikan contoh.
Etika Kristen tidak pernah berhenti kepada suatu pemahaman. Ia tak pernah menilai sesuatu hal pada posisi negatif atau pada posisi positif saja. Ia selalu berkembang mengikuti perkembangan yang ada. Hal ini disebabkan karena etika kristen akan terus berusaha untuk menjadi pembimbing yang baik dalam menghadapi realitas yang ada untuk mencapai kehidupan yang layak untuk kemuliaan Yesus Kistus.

PENGGUNAAN ALKITAB DALAM ETIKA KRISTEN
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan mengenai penggunaan Alkitab dalam etika Kristen. Ada yang berpendapat bahwa segala bahan moral dalam Alkitab adalah setaraf dan semutu hanya karena tertulis dalam Alkitab dan semua dianggap mengungkapkan kehendak Allah yang berlaku secara mutlak dan pribadi. Dengan begitu ketika ada persoalan, kita dapat mencari pemecahan langsung yang disajikan dan tinggal diterapkan. Tentu saja Alkitab tidak boleh dipergunakan secara demikian. Kaum etikus Protestan menyadari bahwa Alkitab tak mungkin didekati secara tradisional yaitu sebagai sumber petunjuk-petunjuk moral yang tinggal diterapkan saja. Dengan demikian timbullah pertanyaan tentang bagaimana seyogianya Alkitab digunakan dalam usaha mengembangkan etika Kristen.
Ada lima panduan yang harus diperhatikan sehubungan dengan pemakaian Alkitab dalam etika Kritren:
1. Mengutamakan tema-tema Alkitab yang dasar.
Tema yang paling mendasari Alkitab adalah amanat tentang belas kasih Allah terhadap dunia ciptaan-Nya atau cerita tentang bagaimana Allah mendekati manusia untuk menyelamatkannya. Tema yang paling dasar ini lebih penting bagi etika kita daripada segala perintah, hukum, atau nasihat moral macam apapun dalam Alkitab. Soal utama bagi etika yang berdasarkan Alkitab ialah pertanyaan siapakah Allah dan bagaimana sifat-Nya yang sesungguhnya Selain itu, tentu harus diindahkan pula tema-tema dasar yang lain seperti pandangan Alkitab tentang manusia dan dunia, tentang penciptaan dan penebusan, dan sebagainya.
2. Menilai bahan moral Alkitabiah dalam terang Yesus Kristus
Yesus Kristus adalah pemenuhan dari seluruh urusan Allah dengan manusia. Yesus Kristus menjadi pembimbing mengenai tingkah laku yang berkenan kepada Allah. Dengan kata lain, kelakuan dan sikap yang dituntut Allah dari pihak manusia adalah yang bersifat Christlike seperti Kristus yaitu yang selaras dan senada dengan cara Ia bertindak terhadap sesama-Nya. Alkitab dilihat terutama sekali sebagai penyaksi tentang Yesus Kristus yang hidup. Ialah yang memegang peranan yang utama dalam pengembangan etika Kristen.
3. Memperhatikan konteks historis pada saat bahan moral itu berkembang
Bahan moral dalam Alkitab tidak ditemukan dalam bentuk kebenaran-kebenaran yang abadi atau prinsip-prinsip yang mutlak melainkan dalam bentuk petunjuk dan nasihat yang relevan pada situasi kondisi yang tertentu meskipun ada penekanan-penekanan umum yang berkesinambungan sejak awal hingga akhir sejarah Alkitab misalnya penekanan pada penghargaan akan sesama manusia dan lain sebagainya. Ketika undang-undang dan nasihat moral yang konkret diselidiki, jelas bahwa semua bahan itu terikat pada perkara-perkara yang khas dan mencerminkan konteks historisnya. Oleh karena itu, kita harus selalu ingat bahwa bahan moral Alkitab terpengaruh oleh waktu dan ruang, bahwa bahan itu diberikan kepada bangsa atau golongan tertentu yang tengah mengalami keadaan dan persoalan yang khas. Undang-undang dan perintah-perintah dimaksudkan sebagai penerapan kehendak Allah ke dalam keadaan yang tertentu dan bukan sebagai tata moral yang berlaku untuk selamanya. Dengan demikian ada tiga hal yang harus diperhatikan yakni konteks historis, keadaan sosial PL dan PB, dan keadaan historis masa kini.
4. Menyadari praanggapan-praanggapan yang menyelewengkan makna teks Alkitab
Sekalipun kita menekankan Alkitab sebagai Firman Allah, namun kita tidak selalu menyadari sampai berapa jauh kita memaksakan Alkitab untuk bersuara sesuai dengan nada yang ingin kita dengar Kecenderungan ini harus diinsafi jangan sampai penafsiran kita menyelewengkan amanat Alkitab yang sesungguhnya. Intinya prapaham kita diwujudkan bukan hanya oleh gagasan-gagasan dan sudut penglihatan kontemporer tetapi juga oleh pandangan hidup dan dunia Alkitabiah maka dengan demikian kedua masalah tadi yaitu apa yang dimaksudkan dalam konteks asli dan apa yang dimaksudkan dalam konteks kini makin didekatkan satu sama lain sehingga kita menjadi terbuka untuk mendengarkan tuntutan yang sunguh-sungguh sedang disampaikan.
5. Mementingkan pola-pola pengarah lebih daripada perincian petunjuk-petunjuk
Pentingnya Alkitab bagi etika Kristen bukan sebagai buku pegangan yang petunjuk-petunjuknya dapat diterapkan secara langsung. Yang masih berlaku bagi kita adalah pola-pola pengarah atau tema-tema dasar.

TIGA POLA ETIKA
Ada tiga pola etika yang dapat diselidiki yaitu pola heteronomi, pola otonomi, dan dan pola teonomi. Menurut etika heteronom norma moral berasal dari wewenang yang letaknya di luar manusia. Salah satu jenis heteronomi ialah adat istiadat. Adat harus ditaati entah itu dimengerti atau tidak. Itu dilakukan semata-mata karena itulah adat dan harus dipenuhi. Sebenarnya ada orang Kristen yang memegang pendapat serupa tentang etika Kristen: Hukum Allah harus ditaati begitu saja karena itulah hukum Allah. Tentu pola etika heteronom ini memang memuaskan banyak orang khususnya karena menawarkan keamanan bagi jiwa dan hati nurani. Apa yang wajib dilakukan sudah dirumuskan dalam sebuah tata peraturan sehingga orang tidak perlu mengambil pusing, tidak perlu mencari alasan-alasan, tidak perlu bergumul dengan hati nurani atau mengambil keputusan sendiri. Kelemahan disini ialah cenderung kepada legalistis. Selain itu, kekurangan yang kedua ialah pola itu menghambat kebebasan dan tanggung jawab.
Pola etika otonom dipelopori oleh Immanuel Kant. Pola etika otonom sering ditafsirkan demikian: asal tidak merugikan orang lain, kamu boleh berbuat menurut kemauan sendiri. Wewenang rasio universal sangat ditekankan disini. Rasionalitas manusia diambil sbeagai patokan bagi pertimbangan etis. Otonomi bidang etika ini berarti manusia tunduk pada patokan-patokan yang diterapkan oleh rasio-rasio yang bersifat universal tetapi sekaligus melekat pada akal budi setiap orang. Lalu melalui rasionalitasnya manusia menemukan adanya tuntutan-tuntutan mutlak yang diharuskan pada kehendaknya. Kewajiban-kewajiban ini ini dibebankan kepadanya tanpa syarat dan tanpa kekecualian karena sifatnya mutlak (contoh kewajiban mutlak menurut Kant ialah kewajiban untuk berkata benar). Kekurangan etika ini ialah berniat melenyapkan segala paksaan dari luar akal dan kehendak manusia serta menjadikan manusia sebagai penanggung jawab bagi kewajiban-kewajiban yang diakui oleh rasionalitasnya. Selain itu juga, posisi Allah ditempatkan sebagai prasyarat moralitas.
Bila norma pola heteronomi ialah tata peraturan yang dibebankan oleh wewenang yang di luar kita dan norma pola etika otonom terletak pada kewajiban-kewajiban rasional yang melekat pada akal budi kita, bagaimana norma pola teonomi? Pola teonomi berlandaskan pemahaman mengenai hubungan yang hakiki antara manusia dengan Allah, antara makhluk dengan Sang Pencipta. Dengan kata lain eksistensi manusia berintikan eksistensinya di depan Allah. Oleh karena itu, norma pola teonomi berdasarkan rancangan ilahi bagi kehidupan manusia dan sekaligus norma itu adalah sesuai dengan kemanusiaan yang sejati. Menurut Barth, konsep teonomi ini tidak meniadakan melainkan menegakkan unsur-unsur kebebasan dan tanggung jawab.
Kesimpulannya ialah etika Kristen tidak perlu diartikan seolah-olah itu berlawanan dengan kebebasan dan pemenuhan kemanusiaan. Kadangkala orang Kristen beranggapan bahwa kepatuhan kepada kehendak Allah berarti penyangkalan terhadap kehidupan, pembatasan atas kebebasan, suatu pengabdian tanpa kegembiraan kepada tugas dan kewajiban moral. Namun dalam pola teonomi kita melihat bahwa pola itu menyangkutpautkan ketaatan kepada kehendak Allah dengan pemenuhan kemampuan manusiawi.

TITIK TOLAK ETIKA KRISTEN
Titik tolak bagi etika Kristen bukan realitas mengenai diri sendiri atau realitas dunia melainkan realitas mengenai Allah yang menyatakan diri dalam Yesus Kristus. Etika Kristen tidak beralaskan kemampuan-kemampuan insani dan tidak mulai dengan mengetengahkan dosa dan kelemahan manusia sehingga titik lainnya tidak lain kecuali anugerah Allah. Tolak ukurnya bukan kepatuhan hukum dan peraturan yang dibebankan dari luar (heteronomi) bukan upaya menerapkan tuntutan-tuntutan yang berasal dari rasionalitas manusia (otonomi), melainkan prakarsa ilahi yang hendak memulihkan dan meneguhkan perelasian hakiki dengan manusia sebagaimana yang dimaksudkannya sejak awal mula (teonomi).
Etika Kristen tidak mulai dengan apa yang wajib kita lakukan tetapi dengan apa yang telah dan terus menerus Allah sudi lakukan. Etika tentunya berurusan dengan perbuatan-perbuatan insani tetapi terlebih dahulu semuanya harus diletakkan dalam perspektif prakarsa ilahi. Apakah yang sebenarnya Ia lakukan bagi manusia? Menurut Paulus tindakan-Nya yang utama ialah pembenaran yang dalam injil sinoptik ialah pengampunan.
Pengampunan dalam ajaran Yesus bersifat menakjubkan malah melampaui pemahaman manusia (bnd. Mazmur 103). Dalam kisah cerita dua orang yang berdoa di Bait Allah (Luk 18:9-14) yang ingin ditekankan ialah sifat spontan dan tanpa batas dari anugerah Allah. Kasih karunia dan pengampunan diterima tanpa syarat. Yang penting bagiNya ialah yang terutama sekali adalah pengampunan, pertobatan dan perbaikan hidup muncul sebagai tanggapan terhadap anugerah ilahi.
Pembenaran oleh anugerah dapat kita lihat melalui konsep Paulus. Pertama nisbah yang benar dengan Allah tak dapat dipulihkan atas dasar upaya manusia. Kedua prakarsa selalu diambil oleh anugerah. Ketiga dan terkahir Allah sudi menyelamatkan orang berdosa. Dalam rumusan pemikiran Reformasi ialah sebagai berikut: pembenaran oleh anugerah (sola gratia) melalui iman pada Kristus (sola fide).
Iman merupakan wujud keterbukaan terhadap anugerah Allah. Calvin mengatakan iman mengantarkan seseorang kepada Allah dengan tangan hampa agar ia dapat dipenuhi dengan berkat Kristus. Keterbukaan terhadap pengampunan ilahi menyangkut pula kesediaan untuk mengampuni sesama kita. Mustahil seseotang membuka hatinya untuk menerima pengampunan Allah sementara ia tetap tertutup terhadap sesamanya.
Tanggapan atau respon manusia terhadap anugerah Allah ialah bersyukur. Bagaimanakah pengaruh anugerah terhadap cara orang hidup dan bertindak? Bonhoeffer mengatakan tanggapan yang sewajarnya kepada anugerah Allah adalah kesetiaan untuk mengikut Kristus. Hanya seorang yang meninggalkan segala sesuatu karena Kristus boleh mengaku diri sebagai yang dibenarkan oleh anugerah. Panggilan untuk mengikut Kristus terjalin dengan tawaran anugerah. Pemberian (gift) mengacu pada pengampunan dan pembenaran yang berasal dari anugerah. Tugas (task) adalah kewajiban orang Kristen untuk berjalan layak sesuai dengan panggilan kita. Jadi, Allah menaruh tuntutan-tuntutan pada kita sekaligus Ia berkenan memberikan kepada kita pemenuhan tuntutan-tuntutan itu. Yesus berkata: “Bapamu telah memberikan kamu Kerajaan itu” (Luk 12:32) artinya anugerahlah yang menawarkan Kerajaan-Nya kepada kita dan anugerahlah memungkinkan kita untuk hidup sebagai warga Kerajaan itu.


DAFTAR PUSTAKA

Boulton,Wayne G., Thomas D. Kennedy, and Allen Verhey (eds). From Christ to the world: Introductory Reading in Christian Ethic., Gran Rapids: Wm B. Eerdmans, 1996

Darmaputera, Eka. Etika Sederhana Untuk Semua : Perkenalan Pertama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987

Fletcher, Verne H. 1990. Lihatlah Sang Manusia: Suatu Pendekatan pada Etika Kristen Dasar. Yogyakarta: Duta Wacana University Press

1 komentar:

  1. Pendidikan etika kristen sesuatu yang mungkin sudah dilupakan atau mendapat posi yang sangat kecil pada sekolah-sekolah kristen seklaipun. Kebanyakan orang tua lebih mendewakan prestasi daripada pendidikan moral dan budi pekerti. Apa artinya siswa yang sangat pintar sekalipun tetapi tidak mempunyai budi pekerti? Tulisan diatas mengingatkan kembali pentinga pendidikan etika bagi semua orang apalagi sebagai orang kristen. Tuhan memberkati

    BalasHapus