Rabu, 11 November 2009

KHOTBAH 1 TESALONIKA 2 :1-2

“HAMBA TUHAN YANG DIBERKATI”
KHOTBAH 1 TESALONIKA 2 :1-2
Pelayanan Paulus di Tesalonika

Saudara-saudara, pada masa itu jemaat Tesalonika bukan dikenal sebagai jemaat yang besar tetapi menjadi teladan bagi seluruh orang percaya di wilayah Makedonia dan Akaya. Jemaat di Tesalonika dikenal dengan kehidupan rohani dari jemaatnya. Orang-orang di Tesalonika tidak memamerkan harta kekayaan yang mereka mililiki tetapi mereka justru memerkan kehidupan rohani. Mereka tidak hanya mengimani saja tetapi dalam berperilaku sehari-hari yang sesuai dengan kehendak Allah. Mereka merasa roh kudus telah dicurahkan kepada diri mereka oleh Allah. Maka sudah sewajarnya jika mereka dijadikan bangsa pilihan Allah dan berharga dihadapan Allah. Paulus yang mendengar tentang jemaat di Tesalonika dan segera datang ke Tesalonika.
Dalam nats ini, ingin disampaikan mengenai bagaimana kita sebagai umat Allah di dunia ini untuk menyebarkan tentang kerajaan Allah kepada sesama. Banyak memang tantangan yang harus kita hadapi sebagai pengikut Kristus di dunia ini. Adanya pembakaran gereja dimana-mana bukan menjadi penghambat bagi kita untuk menjadi takut dan berhenti dalam usaha mewartakan kerajaan Allah di dunia. Hal ini sama dengan Paulus datang untuk menyebarkan tentang kerajaan Allah kepada jemaat di Tesalonika. Pelayanan Paulus pada saat itu bukannya tanpa hambatan. Pada masa itu juga sudah ada hambatan-hambatan bagi hamba Allah yang ingin mewartakan kabar tentang kerajaan Allah. Paulus dapat dikatakan tidak hanya mendapatkan “manisnya” saja saat melakuakan perlayanan di Tesalonika tetapi dia mendapatkan “pahitnya” juga.
Saudara-saudara yang terkasih dalam nama Yesus Kristus, kita semua adalah pengikut-pengikut Allah yang wajib untuk memberitakan kerajaan Allah di dunia ini. Allah mengharapkan kita tidak hanya sebagai pendengar tetapi menjadi pelaku firman. Dalam menyebarkan kerajaan Allah, kita tidak bisa sesuka hati kita tetapi harus sesuai dengan kebenaran dalam firman Tuhan. Kita tidak sama dengan imam-imam (pada jaman dulu) atau dukun. Hamba Allah tidak menyebarkan berita kebohongan dan dusta.
Saudara-saudara, dalam ayat 4 telah dikatakan bahwa kita telah dianggap Allah layak untuk menyebarkan injil. Kita telah dicurahkan roh kudus untuk dapat mewartakan kebenaran akan kerajaan Allah. Pelayanan kita di dunia ini untuk kemuliaan Tuhan dan tidak ada pamrih. Pelayanan kita kepada Allah tentu berbeda dengan pelayanan kita terhadap bos di kantor. Di kantor, kita bekerja sebaik mungkin untuk mendapatkan pujian, reward, atau kenaikan pangkat. Biasanya yang masih bekerja sebagai karyawan datang tidak terlambat dan selalu berpakaian rapih, dan selalu patuh terhadap perintah atasan. Berbeda dengan manajer, manajer biasanya berusaha tampil baik di depan klien atau rekan kerja samanya agar tetap menjaga hubungan. Nah, yang paling di sorot biasanya sales. Seorang sales pasti akan menawarkan produk dan pastinya yang disebutkan hanya keunggulannya saja dan biasanya keunggulan tersebut belum tentu benar. Saudara-saudara, Allah tidak pernah menjanjikan atau memberikan kekayaan atau jabatan kepada kita di dunia ini. Allah tidak mau ada kepura-puraan dalam pelayanan atau lebih sederhana kita mencari perhatian di depan majelis atau jemaat lainnya. Allah tidak dapat menjajikan kenikmatan duniawi. Kita lihat Lukas 20 : 46-47. Dari nats tersebut orang-orang yang mencari pujian dari orang lain dapat disamakan juga dengan ahli-ahli taurat. Ahli-ahli taurat mencari penghormatan dari jemaat dalam rumah ibadat dengan duduk paling depan saat ibadah dan berdoa yang lama dan panjang agar dilihat orang. Yesus mengatakan bahwa orang-orang seperti itu yang akan mendapat hukuman lebih berat.
Saudara-saudara yang di kasihi dalam nama Yesus Kristus. Dalam ayat 8 kalau kita baca. Dalam ayat ini Paulus ingin mengajarkan bahwa dalam pelayanan kita, kita melakukannya dengan kasih dan rela. Kita yang hidup di dunia ini tentu pernah merasakan hangatnya kasih seorang ibu terhadap kita. Kita pernah mendengar lagu “Kasih Ibu” (dinyanyikan). Seorang ibu memberikan kasihnya kepada anaknya dan tidak berharap menerima apapun dari anak. Apapu yang diminta sang anak pasti seorang ibu hanya ingin memberikan segala yang dibutuhkan oleh anaknya.
Di dalam diri kita telah dicurahkan darah dari anak Allah yang telah rela mati di salibkan Api kasih sayang telah menyala-nyala dalam diri kita. Kita telah diberkati Tuhan dan dengan sungguh-sungguh rela membagi hidup kita dengan sesame manusia yang belum mengenal juruselamat dunia.
Jadi, firman Tuhan ini ingin mengatakan, pertama, kita sebagai umat Allah yang ada di dunia ini harus bisa menjadi saksi akan kerajaan Allah. Kedua, dalam usaha kita untuk menyebarkan kebenaran kerajaan Allah di dunia ini tentu banyak hambatan yang bertentangan dengan tujuan kita. Kita tidak menjadi takut atau lemah terhadap hambatan tersebut. Kita harus tetap yakin karena Allah menyertai kita selalu dalam setiap kehidupan kita. Ketiga, dalam menyebarkan kebenaran tersebut, kita tidak dibenarkan untuk bersaksi dusta atas firman Tuhan. Dan yang terakhir, kita menyebarkan kerajaan Allah tidak hanya melalui perkataan saja tetapi melalui perbuatan juga. Perbuatan kasih yang sesuai dengan kehendak Allah. Kita dapat melihat pelayanan Paulus kepada jemaat di Tesalonika. Paulus ingin ia menjadi model atau teladan bagi jemaat Tesalonika. Paulus terlihat salehnya, adil dan tidak bercacat, ia juga bekerja keras, siang dan malam bahkan menghadapi tantangan agar orang-orang di Tesalonika meneladani dirinya. Kita dapat meneladani Paulus. Firman Tuhan ini ingin agar kita dapat menjadi “Paulus-Paulus” baru yang telah diberkati oleh Allah. Setelah kita mendengar firman ini kiranya kita dapat menjadi “batu penjuru” di antara sesama kita dan tidak menjadi “batu sandungan”.
AMIN

Khotbah 1 Raja-raja 3 : 1-15

Konteks : Pemuda di Perkotaan
Khotbah 1 Raja-raja 3 : 1-15
Doa Salomo Memohon Hikmat
Salomo merupakan anak dari seorang raja Israel, yaitu Daud. Daud mewarisi kerajaan Israel kepada anaknya, Salomo. Salomo banyak melakukan perlawanan terhadap kerajaan sekitar. Setelah ancaman politis telah disingkirkan, dia menjalin “persahabatan” dengan mesir. Ternyata hal itu dilakukan oleh Salomo sebagai salah satu usaha untuk mendekati putri dari Firaun Salomo merupakan seorang raja yang terlihat tanpa charisma yang menonjol. Tetapi Salomo dapat menciptakan karya sastra. Karena karya-karyanya itulah dia dikenal oleh wilayah sekitarnya. Salomo menikahi anak dari Firaun yang merupakan raja Mesir. Perkawinan ini sebagai taktik politik yang disiapkan oleh Salomo. Salomo ingin menjalin hubungan persahabatan dengan Mesir sehingga dia dapat membangun istananya, Bait Suci, dan tembok Yerusalem.
Pada masa itu, Salomo memimpin pemerintahannya baik sekali. Secara kerohanian, pemerintahan itu memburuk, menjurus pada penyembahan berhala-berhala. Masyarakat Israel pada masa itu masih memiliki tradisi untuk memberikan persembahan dan membuat ibadah di atas bukit pengurbanan.
Salomo sebagai raja Israel pun melakukan pengurbanan bakaran di atas bukit pengurbanan. Pada suatu malam hari ketika ia selesai melakukan kurban yang secara besar-besaran, Tuhan datang melalui mimpinya. Salomo dalam mimpi tersebut memohon agar diberikan hikmat kebijaksanaan dalam dirinya agar dapat memberikan keputusan yang baik atau salah dalam menghakimi masyarakatnya. Salomo tidak meminta umur panjang atau pun kekayaan.
Saya memiliki teman bernama Jodi yang berusia 22 tahun. Jodi seorang yang dikenal teman-temannya memiliki sifat bandel. Dia juga memiliki julukan playboy karena memiliki pacar minimal lebih dari 2. Hal itu wajar karena mungkin dia diberi kelebihan oleh Tuhan berkat berupa wajah yang rupawan dan harta yang melimpah. Ayahnya adalah seorang Kapolsek di salah satu wilayah di Jakarta dan ibunya seorang bisnis woman yang sibuk dengan pekerjaanya. Jodi anak tunggal yang kurang perhatian dari orang tuanya. Jodi suka sekali berfoya-foya menghabiskan duit orangtuanya untuk pesta minuman keras dan “clubbing”. Bahkan dia sudah terjerumus kedalam seks bebas. Dia bercerita kepada saya bahwa dia jarang sekali bertemu dengan orang tuanya. Orang tuanya pergi pagi dan pulang tengah malam bahkan ayahnya terkadang tidak pulang karena tugasnya.
Beberapa waktu yang lalu, Jodi masuk dan dirawat di rumah sakit. Saya menjenguk ia bersama teman dan pak Pendeta. Jodi sedang terbaring lemah tanpa kata. Ibunya yang menjaga Jodi bercerita bahwa masih sering memuntahkan makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuhnya. Ia juga merasakan ketika membuka mata seolah-olah ruangan itu sedang berputar-putar. Kami semua yang ada di dalam ruangan tersebut dengan hati cemas mengatakan bahwa Jodi mungkin akan meninggalkan kita semua untuk selamanya. Kedua orang tuanya pun sudah khawatir akan hal itu dan mulai menyadari bahwa mereka terlalu sibuk akan pekerjaannya dan kurang perhatian terhadap Jodi. Pada saat Jodi dalam keadaan kritis, pak Pendeta hanya mengajak kami berdoa. Dalam doanya, Ibunya berharap agar Tuhan memberikan kesempatan satu kali lagi untuk Jodi agar ia dapat berkarya dan melayani di ladang Tuhan. Setelah doa itu, kami semua meninggalkan kedua orangtuanya bersama jodi.
Pada malam harinya tiba-tiba suster yang bertugas untuk mengontrol Jodi, melihat gambar detak jantung di komputer telah berjalan lurus, dan suster segera mengukur tekanan darah dan hasilnya nol per nol. Dengan menangis, sang ibu berseru kepada Tuhan “ Tuhan jangan ambil anak kami, sebab ia masih banyak kesalahan di dunia ini dan biarkan ia menjadi pelayan-Mu, berikanlah ia satu kesempatan.” Sang ibu pun bersyukur kepada Tuhan sebab Tuhan telah mendengar permohonannya. Beberapa menit kemudian jantungnya berdetak lagi. Keesokan harinya ia semakin pulih. Jodi sudah bisa makan dan minum walaupun hanya sedikit demi sedikit serta tidak muntah lagi. Pada hari kedua dan berikutnya keadaanya semakin membaik. Setelah dirawat seminggu, Jodi kembali pulih dan sudah boleh pulang. Beberapa hari kemudian Jodi datang ke gereja dan mendaftarkan diri untuk menjadi guru sekolah minggu. Orang tuanya pun kaget mengetahui akan hal tersebut. Tetapi kedua orang tuanya senang melihat anaknya menjadi “pelayan” Tuhan.
Dalam ayat 11-13 dikatakan Jadi berfirmanlah Allah kepadanya: "Oleh karena engkau telah meminta hal yang demikian dan tidak meminta umur panjang atau kekayaan atau nyawa musuhmu, melainkan pengertian untuk memutuskan hukum, maka sesungguhnya Aku melakukan sesuai dengan permintaanmu itu, sesungguhnya Aku memberikan kepadamu hati yang penuh hikmat dan pengertian, sehingga sebelum engkau tidak ada seorangpun seperti engkau, dan sesudah engkau takkan bangkit seorangpun seperti engkau. Dan juga apa yang tidak kauminta Aku berikan kepadamu, baik kekayaan maupun kemuliaan, sehingga sepanjang umurmu takkan ada seorangpun seperti engkau di antara raja-raja."
Komputer di tangan balita berumur 2 tahun tidak lebih berharga dari mainan biasa miliknya, kumpulan tombol- tombol dari huruf- huruf yang menarik perhatian, dan sebuah layar penuh warna yang atraktif. Begitu juga alat Pacul sangat dibutuhkan oleh petani. Pacul alangkah berharganya di hadapan petani dibandingkan dihadapan seorang pengusaha.
Dalam hal ini dapat juga kita samakan dengan firman Tuhan yang kita jadikan pedoman dalam hidup kita. Jika kita tidak mengakui bahwa Firman Tuhan memiliki kekuatan, dan bahwa Firman Tuhanlah yang membedakan hati manusia, maka Firman Tuhan juga tidak dapat menolong kita. Pengertian membuka kunci dari kekuatan Firman Tuhan untuk mengalir ke dalam hidup orang percaya, seperti halnya. Semakin kita memberikan diri kita ke dalam Firman Tuhan, maka semakin penuh juga pengertian yang akan datang ke dalam hidup kita. Firman Tuhan itu tidak akan dapat menjadi kekuatan dalam kehidupan kita jika kita tidak mempercayainya. Tetapi alangkah Indahnya jika kita sebagai umat Allah untuk percaya pada firman Tuhan. Kita bisa yakin dan percaya Allah akan hadir dalam hidup kita. .









DAFTAR PUSTAKA

Hadiwijono, DR. Harun. Tafsiran Alkitab Masa Kini 1Kejadian-Ester, (BPK Gunung Mulia, 1983)
Lasor,W.S. Pengantar Perjanjian Lama 1, ( BPK Gunung Mulia, 2005)
Nelson, Richard. Interpretation first and Second Kings, (John Knox Press LOUISVILLE, 1987)

Kejadian 39:1-23

Kejadian 39:1-23
Diakui atau tidak, setiap manusia punya karakter yang berbeda. Setiap manusia dijadikan unik dan berbeda satu dengan yang lainnya, termasuk juga hidup di lingkungan yang berbeda, dididik dengan cara yang berbeda, dengan orang tua yang berbeda, sekolah yang berbeda, pergaulan yang berbeda bahkan tahun hidup yang berbeda. Tanpa disadari, segala sesuatu tersebut menjadi faktor yang mempengaruhi pembentukkan bahkan yang ikut serta membentuk karakter tiap manusia, baik itu karakter baik maupun karakter yang kurang baik. (karena pada dasarnya manusia diciptakan baik adanya, hanya saja ketika manusia memilih untuk melakukan apa yang dilarang Allah, karakter baik itu ‘tercemar’)
Namun sebelumnya tentu kita perlu mengetahui apa sesungguhnya arti dari karakter itu sendiri? Orang menyebut karakter sebagai watak, sifat, perangai ataupun ciri. Namun nampaknya kartakter tidak hanya terbatas pada sifat saja, karena ternyata karakter bukan semata-mata bawaan genetik yang tidak dapat diubah. Misalnya dengan mengatakan: “dari sananya Bapak A adalah bapak yang pemarah, maka sepanjang usianya ia akan menjadi orang yang pemarah, tidak mungkin berubah!!” salah besar!! Karena karakter tidak dibentuk semata-mata oleh gen, namun oleh pengalaman, oleh lingkungan, oleh pengalaman manis dan pahit, bahkan oleh tekad manusia itu sendiri.
Memang benar ada karakter yang sifatnya menetap dalam diri manusia, yang dapat dikatakan sebagai karakter dasar. Namun bukan berarti tidak dapat dibentuk. Ada istilah “ kita ini adalah lempung di tangan Yang Maha” benar adanya.... apapun karakter dasar kita, kita ini adalah lempung yang tetap dapat dibentuk, tergantung bagaimana, berapa lama dan siapa yang membentuknya.
Pembentukan karakter sesungguhnya berkaitan dengan apa yang sering disebut orang sebagai pembunuhan karakter. Lho, mengapa pembunuhan? Karena ternyata baik lingkungan, pengalaman, orang tua, dan apapun yang disebut seagai faktor pembentukan tadi sekaligus juga dapat menjadi faktor yang membunuh karakter. Air misalnya, dalam kacamata teologi dan hubungannya dengan alam memiliki sifat untuk membersihkan, membasuh, dan mencuci. (itulah juga alasan kita membaptis menggunakan air dan bukan pasir atau lumpur) namun sifat dasar air yang seharusnya dapat membersihkan dan memasuh itu tercemar oleh lingkungan, sehingga secara tidak langsung karakter baik dari air tersebut dirusak bahkan dibunuh oleh lingkungan, oleh manusia. Mencuci baju dengan air yang tercemar, tidak akan dapat membuat baju yang kita cuci itu menjadi bersih.
Ira Indrawardana, seorang sahabat dan dosen antropologi di Universitas Padjadjaran memiliki definisi sendiri tentang pembunuhan karakter ini yaitu: “penistaan, jugdement, stereotipe negatif yang diperluas untuk mendiskriditkan sekelompok atau seseorang dalam bentuk agitasi atau kekerasan (violence) oleh hukum dan lain sebagainya.” Tentunya pembunuhan karakter menjadikan manusia tidak mampu melihat hidup sebagai sesuatu yang layak untuk diperjuangkan, dihargai, dipergunakan dengan sebaik-baiknya atau ketika hidup menjadikan manusia semakin terbatas, dan tidak mampu menjadi wadah bagi setiap individu untuk berekspresi serta mengembangkan diri dengan kebebasan yang bertanggung jawab. Itulah yang disebutnya “KEMATIAN DALAM HIDUP”
Kini, bagaimana kita dapat mengaitkan perbincangan kita di atas tadi dengan kisah Yusuf dari Kejadian 39: 1-23? Bagaimana karakter Yusuf dibentuk? Untuk dapat menjawab pertanyaan ini, baiklah kita mencari tahu bagaimana Yusuf bisa menjadi pembesar di Mesir. Yusuf adalah anak kesayangan Yakub, karena Yusuf adalah anak yang ia peroleh di masa tuanya. Karena begitu kasihnya kepada Yusuf, Yakub membuat jubah yang maha indah baginya. Dan tentunya hal tersebut membuat saudara-saudara Yusuf iri kepadanya.
Hal pertama yang perlu kita perhatikan adalah, secara psikologis, Yakub sebagai ayah membuat Yusuf menjadi orang yang besar di antara saudara-saudaranya. Ia menjadi lebih berharga, lebih penting dan lebih dikasihi. Secara tidak langsung ini membuat Yusuf juga menjadi orang yang besar, berpikiran besar, berjiwa besar, dan berperilaku besar. Walaupun suatu ketika sang ayah menegurnya, karena mimpinya, tapi sang ayah tetap memperlakukannya sebagai pembesar, dengan menyimpan perkara itu di dalam hatinya (Kej 37:10). Pertanyaannya adalah, mengapa itu semua tidak membuatnya menjadi orang yang sombong?
Kedua, Yusuf membiarkan dirinya dijual ke tanah Mesir. Ia tidak memberontak, tidak bertanya, tidak marah dan bahkan cenderung tidak melakukan apa-apa padahal ia dididik oleh sang ayah untuk menjadi besar. Ia mendapati dirinya diperlakukan dengan tidak adil, didiskriminasikan, dilukai, ditekan namun tidak menjadikan segala sesuatu itu menjadi batu sandungan, mengapa itu bisa terjadi?
Ketiga, melalui bacaan kita kali ini, Yusuf juga mendapat perlakuan tidak adil dari Potifar. Ia mengalami apa yang disebut Ira Indrawardana sebagai agitasi (hasutan) dan kekerasan oleh hukum. Ia harus menerima hukuman atas apa yang tidak dilakukannya. Lebih dari itu dia dihukum karena ia mempertahankan apa yang benar. Toh ia pun tidak mencoba untuk membela dirinya., sebaliknya ia taat dan setia, menerima dengan hati yang lapang, bahkan tetap melakukan yang terbaik yang dapat ia lakukan sebagai manusia terbatas. Mengapa?
Bayangkan bila kita mengalami apa yang Yusuf alami! Bila sejak kecil kita diperlakukan dengan begitu istimewa, begitu dihargai, dan dibuat besar, mungkinkah kita bisa berlaku seperti Yusuf berlaku? Atau jangan-jangan kita akan tumbuh menjadi pribadi yang arogan, pribadi yang sombong dan egois, memandang diri yang paling benar dan paling berharga dan memandang orang lain dengan sebelah mata?
Ketika kita dijual oleh saudara-saudara kita, dizolimi, dibuat merana, dibenci bahkan ‘dibunuh’, mungkinkan kita dapat berlaku seperti Yusuf yang dengan tangan terbuka menyambut, memeluk, dan senantiasa mengasihi mereka bukan dengan cinta yang pura-pura namun dengan cinta yang ikhlas. Atau kita akan memilih menajdi manusia yang memiliki dendam kesumat yang tidak mau memperbaiki relasi, bahkan berusaha untuk membalas segala sesuatu yang telah menimpa hidup kita?
Dan ketika kita diperlakukan dengan tidak adil, dengan dibiarkan menanggung apa yang menurut kita tidak layak kita terima, dihujat, difitnah, dizolimi, apakah kita akan tetap bersikap tenang seperti Yusuf, menerima dengan jiwa besar? Atau kita akan menuntut balik, mengajukan banding taupun kasasi, seperti yang dilakukan oleh sebagian besar manusia ketika haknya diinjak-injak?
Yusuf yang diberikan kuasa dan kepercayaan begitu rupa dari Potifar, SEBAGAI PENGUASA di rumahnya bisa saja menggunakan kesempatan untuk tidur dan bersetubuh dengan isteri Potifar. Tapi hal tersebut tidak ia lakukan, bukan karena kuasa yang dimilikinya tidak termasuk untuk menguasai isteri Potifar, namun karena ia tidak mau kelakukan apa yang dianggapnya kejahatan besar dan dosa kepada Allah (39:9). Inilah sesungguhnya yang menjadi jawaban atas 3 pertanyaan tentang Yusuf di atas. Yusuf adalah manusia biasa yang punya kelemahan dan kekurangan. Dia bukan semata-mata seorang pemuda gagah yang memiliki karakter tabah, sabar, tekun dan senantiasa berpikir positif. Ia melakukan itu semua karena ia mengenal Allah, dan bukan semata-mata karena dirinya sendiri. JADI SEBENARNYA FAKTOR-FAKTOR DI ATAS PERLU DILENGKAPI LAGI DENGAN SATU FAKTOR YANG PALING PENTING DAN PALING UTAMA DALAM PEMBENTUKKAN KARAKTER MANUSIA SESUNGGUHNYA, YAITU: ALLAH!!!
Tidak dapat dipungkiri, bahwa sesungguhnya Allah memiliki peran yang luar biasa dalam diri manusia dalam membentuk karakternya masing-masing. Pengalaman boleh pahit, orang tua boleh kejam, lingkungan boleh mendorong manusia ke jalan yang keliru, namun Allah yang menjadikan segala sesuatu itu menjadi kebaikan bagi kita. (Kej 50:20). Setiap manusia memiliki karakter Allah itulah makna segambar dan serupa dengan Allah, hanya saja manusia tidak bisa mengisolasi diri dari lingkungan dan pengalaman yang dapat baik secara langsung ataupun perlahan membunuh karakter Allah itu dalam diri manusia, sehingga suatu waktu manusia menemukan karakter Allah telah terbunuh dan mati dalam dirinya.
Begitu juga dengan seorang Yusuf. Ia bisa menjadi seorang pembunuh, pemberontak yang membenci keluarganya... atau penguasa yang tidak berprikemanusiaan, yang akhirnya juga dapat menjadi seorang pembunuh karakter atas mereka yang dikuasainya, oleh karena pengalaman pahit dan luka batin yang dideritanya. Namun itu semua tidak dipilihnya. Ia memilih untuk tetap memelihara karakter baik yang telah Allah tanamkan dalam setiap individu.. tentunya ketika kita menyadari bahwa setiap manusia sesungguhnya diciptakan dengan karakter Allah, bukan berarti karakter itu akan tetap ada dan nampak dalam kehidupan tiap individu. Semuanya itu tergantung, tergantung pada apa? tergantung apakah kita mau memelihara karakter itu dan mengikutsertakan Allah dalam rangka membentuk karakter yang sungguh sesuai dengan kehendakNya, bukan kehendak kita.
Karakter kita tidak hanya dibentuk oleh manusia, oleh keadaan dan situasi dimana kita tumbuh kembang, tapi juga oleh Tuhan yang membentuk kita di rahim ibu kita. Masalahnya adalah, sadarkah kita bahwa Tuhan punya andil, dan oleh sebab itu kita memberikan Yang Maha itu kesempatan untuk turut serta? Ataukah kita menutup rapat kesempatan itu dan membiarkan segala sesuatu yang duniawi membentuk jati diri kita? Memang tidak semua yang bersifat duniawi itu buruk, karena Alalh juga menciptakan dunia ini pada awalnya dalam kesempurnaan. Tapi bukankah manusia telah merusaknya? Menjadikan segala sesuatu yang sempurna adanya menjadi cacat, membunuh karakter yang sempurna dalam setiap ciptaan Allah?
Di atas segala sesuatu yang manusia lakukan untuk merusak karakter Allah, Allah tetap memelihara karakter dan citra diriNya di dalam manusia. Ia tidak membiarkan citraNya mati karena pembunuhan yang dilakukan oleh manusia. Oleh karena itu karakter Allah dalam diri manusia tidak pernah benar-benar mati. Mungkin sekarat, mungkin mati suri, tapi tidak pernah benar-benar mati dan lenyap dari kehidupan manusia. Hanya saja kini pertanyaan bagi kita semua, sejauh apa kita membiarkan Allah menghidupkan kembali karakterNya dalam diri kita, seperti yang telah Yusuf lakukan dalam hidupnya yang tidak mudah, tidak nyaman, namun tetap berada dalam naungan dan berkat Tuhan.?
Pembentukkan karakter tidak hanya tergantung dari segala sesuatu yang duniawi ataupun dari Allah, tapi dari manusia itu sendiri. Mampukah, atau lebih tepatnya maukah ia memilih yang terbaik?





SUMPAH DEH!!!
Mat 5 :33-37
Tujuan:
1. remaja memiliki pengetahuan tentang asal mula pemakaian kata sumpah
2. remaja mengetahui apakah sumpah boleh tau tidak dilakukan oleh remaja Kristen saat ini
3. remaja memiliki pemahaman yang jelas tentang makna sumpah
Perkataan “sumpah deh” telah menjadi perkataan yang sangat biasa kita dengar diucapkan oleh banyak orang termasuk remaja. Bahkan kata sumpah sering kali dijadikan pernyataan untuk menyatakan suatu kebohongan agar orang lain yang mendengarnya percaya. Dan akan lebih percaya lagi ketika kata sumpah itu disandingkan dengan kata Tuhan atau Allah. Waduh... bahaya jadinya, kenapa ? karena banyak dari kita yang menggunakan kata sumpah tanpa mengetahui dengan benar apa maknanya dan dari mana asal usulnya. Padahal banyak sekali hal yang buruk dikaitkan dengan kata sumpah. Misalnya, teman-teman pernah mendengar sumpah pocong? Di film-film religi dewasa ini sumpah pocong sering kali didengungkan sebagai suatu cara pembenaran. Ternyata sumpah pocong bukan hanya ada di sinetron kita loh, masih banyak daerah di Indonesia yang menggunakan sumpah pocong untuk menyelesaikan masalah. Misalnya perselingkuhan, pencurian, penipuan dan lain sebagainya. Sumpah pocong dilakukan dengan cara memocongkan (dibalut kain kafan) orang yang ingin bersumpah, lalu ia bersumpah di hadapan al-quran, sambil dibacakan ayat-ayat suci al-quran oleh ustad yang melayani sumpah pocong tersebut. Bila benar orang itu berbohong maka ia harus rela menjadi pocong ketika ia mati nantinya. Nah itulah maksa sesunguhnya dari sumpah: yaitu ketika orang yang bersumpah benar-benar mau menanggung apapun yang terjadi bila ia sungguh mengatakan kebohongan.
KBBI mendefinisikan kata sumpah menjadi: pernyataan yang diucapkan secara resmi dengan bersaksi kepada Tuhan atau kepada sesuatu yang dianggap suci, pernyataan disertai tekad melakukan sesuatu untuk menguatkan kebenarannya atau berani menderita sesuatu kalau pernyataan itu tidak benar; namun lebih dari itu KBBI juga mendefinisikan kata sumpah sebagai kata-kata yang buruk, tulah, kutuk.
Sumpah sendiri sebenarnya telah dikenal dari masa nenek moyang kita Abraham. Kata sumpah berasal dari bahasa (Ibr: syawbah dan ala; Yun: horkos) Ala yang paling kuat, artinya pengutukan apabila dia tidak mengatakan kebenaran. Sumpah sendiri adalah bagian dari kebudayaan orang Israel: dimana nama Allah dilibatkan dan hukuman ilahi dinantikan apabila kebenaran dihianati dan kebiasaan ini berlanjut hingga masa perjanjian Baru.
Sumpah adalah kutukan atas orang yang melanggar kata katanya sendiri (1 Sam 19:6)atau bila ia tidak mengatakan kebenaran. Gagasan memohon kutuk atas diri sendiri, telah mendorong beberapa ahli mengemukakan, bahwa bila seorang Ibrani bersumpah atas nama Alah, maka ia memberikan kebebasan kepada Allah untuk bertindak atau mempercayakan kepada Allah tugas bertindak terhadap seorang yang melakukan sumpah atau kesaksian palsu. Orang Israel dilarang mengucapkan sumpah demi dewa-dewa. Yesus sendiri mengajarkan bahwa sumpah pada hakekatnya mengikat. Namun dalam kerajaan Allah sumpah tidak lagi dibutuhkan karena seharusnya percakapan sehari-hari orang Kristen haruslah sama sucinya dengan sumpahnya.
Alkitab mencatatat Allah sendiri juga mengikatkan diri dengan sumpah, namun Ia bersumpah atas nama dirinya sendiri dan bukan orang lain karena tidak ada seorangpun yang lebih tinggi dari Allah. Dalam sumpah yang digunakan haruslah sosok yang lebih tinggi yang bisa diberikan kewenangan. Tapi dalam khotbah di bukit, Yesus menjelaskan bahwa dalam kerajaan Allah kebijakan semacam itu membatalkan hubungan antara kebenaran dan kasih. Apa maksudnya tuh? Coba kita lihat kembali bacaan kita hari ini, apa yang bisa kita pelajari bersama dari Matius 5:33-37:
• ay 33. "Kalian tahu bahwa pada nenek moyang kita terdapat ajaran seperti ini: jangan mungkir janji. Apa yang sudah kaujanjikan dengan sumpah di hadapan Allah, harus engkau melakukannya. Hal pertama yang bias kita pelajari adalah sebenarnya sumpah itu tidak dibutuhkan bagi anak-anak Allah. Karena, sudah seharusnya, sebagai anak-anak Allah kita melakukan apa yang benar di hadapan Allah, dalam hal ini berbicara jujur, jangan mungkir/ jangan berbelok, mengelak, berbohong. Selain itu sebagai anak-anak Allah kita, bila kita berjanji untuk melakukan sesuatu, maka haruslah kita melakukannya karena kita mencintai Allah dan bukan karena terpaksa / karena terdesak sumpah (janji)
• oleh karena itu pada ayat selanjutnya 34-36 Yesus berkata:” tetapi sekarang Aku berkata kepadamu: jangan bersumpah sama sekali, baik demi langit, sebab langit adalah takhta Allah, maupun demi bumi, sebab bumi adalah alas kaki-Nya; atau demi Yerusalem, sebab itulah kota Raja besar. Jangan juga bersumpah demi kepalamu, sebab engkau sendiri tidak dapat membuat rambutmu menjadi putih atau hitam, biar hanya sehelai.” Kita sama sekali tidak berhak bersumpah atas apapun apalagi atas diri kita sendiri. Misalnya ada yang berkata :”biarin gue kesamber geledek deh atau biar gue ketabrak bajaj atau biar gue miskin deh. Kita sebenarnya tidak berhak mengatakan itu, karena hidup kita ini semata-mata bukan hanya milik kita sendiri, tapi terutama milik Allah. Begitu pula ketika kita bersumpah atas nama Tuhan: “Demi Tuhan deh, sumpah serius deh demi Yesus, demi Allah, gue ga bohong!!!”. Dengan mengatakan sumpah atas nama Tuhan, maka sama saja kita menantang Tuhan untuk memberi kita hukuman bila kita salah dan sebaliknya, bila tidak maka Engkau harus membela saya, membenarkan saya.
Teman-teman sesungguhnya kita sama sekali tidak berhak menentukan hukuman apa yang pantas bagi kita. Apa yang telah Tuhan lakukan, termasuk membenarkan kita dengan kematianNya di kayu salib, bukan karena kita memang layak dibenarkan, bukan juga karena kita memang benar di hadapanNya. Tapi karena Ia sungguh mengasihi kita. Apa sih dasar yang biasa kita gunakan di dunia ini untuk menyatakan ini benar dan ini salah? Tidak ada kebenaran absolute di dunia ini. Karena kebenaran itu hanyalah milik Tuhan seorang. Dan tanpa kita minta, dan tantang Tuhan untuk membenarkan kita Tuhan sudah membenarkan kita sebelum kita berbuat dosa.
Kini apa yang seharusnya kita lakukan sebagai anak-anak Allah:
1. Belajar untuk berkata jujur: Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat. Gampang? Susah banget. Tapi kalian lebih suka dibohongi atau sakit karena kejujuran? misalnya dengan orang tua atau teman, apakah kalian suka dibohongi? Kaka rasa ga ada seorangpun di dunia yang suka dibohongi, kalo masih dalam keadaan waras!!! Ya karena hanya orang yang ga waras yang suka dibohongi lihat saja ke RSJ Grogol. Dan bila kita sadar bahwa kita tidak mau dibohongi maka berkatalah jujur seorang kepada yang lain!!
2. karena untuk berkata jujur itu juga bukan hal yang mudah maka kita harus mencari dasar yang tepat agar kita dapat melakukannya bukan karena paksaan tapi dengan kesungguhan. Apa dasar yang tepat? Kasih kita kepada Allah. Kita selalu ingin membahagiakan orang yang kita kasihi kan, baik itu orang tua, sahabat, pacar dan lain sebagainya. Oleh karena itu bila kita sungguh mengasihi Allah maka kita akan melakukan apa yang Ia inginkan untuk kita lakukan termasuk untuk jujur. Bila orang mengatakan, beribu gunung akan kudaki, sedalam apapun laut akan kuselami, kepada kekasihnya, apalagi buat Tuhan kan yang sudah pasti mencintai kita dengan tulus dan setia.
3. MASALAHNYA ADALAH kita kurang mencintai Tuhan, bagaimana caranya untuk da[pat mencintai Tuhan. Tentunya mencintai Tuhan, bagi sebagian kita tidak semudah lagu “Jatuh Cinta” karena Tuhan ga kelihatan. Jadi caranya adalah coba renungkan apa yang sudah Tuhan lakukan bagi kita? Dia mati karena cintaNya , karena bagi dia cintaNya kepada kita sanggup membunuh Dia di kayu salib bagi kita. Beta[pa bahagianya kita seharusnya ada Tuhan yang mau mati bagi kita, mau mengampuni dan membenarkan kita bahkan ketika kita masih melakukan dosa.
4. Oki yang terakhir dan yang terpenting adalah mengandalkan kekuatan Tuhan dalam melakukan perintahNya Karena daging lemah, walaupun Roh memang penurut. Minta Tuhan memelihara hati dan pikiran kita.







Narsisisme
Matius 22:34-40/ 2 Sam 14:25-26, 18:9-10
Apa sih arti narsis?
Dari mana datangnya narsis?
Narsis datang dari legenda Yunani tentang seorang pwmuda yang bernama NARSICUS yang terkenal tampan sekali. Suatu kali Narsicus sedang berjalan jalan di hutan, di pinggiran sungai. Saat ia sedang kehausan ia menghampiri bibir sungai lalu melihat ada sesosok pria tampan yang dipantulkan oleh sungai itu. Ia melihat bahwa laki-laki itu sangatlah elok rupanya. Setiap ia minum di bibir sungai, ia selalu melihat laki-laki yang sama juga berada disana menatapnya. Ia sendiri tidak tahu bahwa laki-laki yang dipantulkan di suangai itu adalah dirinya sendiri. Semakin hari Narsicus semakin jatuh cinta kepada sosok tersebut sehingga ia benar-benar ingin bertemu dengan sosok tersebut. Akhirnya, saking cintannya kepada bayangan dirinya yang terpantul di permukaan sungai itu, Narsicus menceburkan diri ke dalam sungai untuk mencari siapa gerangan laki-laki tampan itu? Dan akhirnya ia mati tenggelam. Dari namanya akhirnya timbulah istilah narsis.
Namun sebenarnya narsis itu apa sih? KBBI menuliskan arti dari narsisisme sebagai, rasa cinta terhadap diri sendiri yang berlebihan (lebayyyy). Atau dengan kata lain narsis adalah perilaku membanggakan diri/ menganggap diri sempurna.
Biasanya narsis ini dilakukan untuk mendapatkan perhatian lebih dari lingkungan atau karena ingin menutupi kelemahan diri. Selain itu orang yang memiliki lingkungan tumbuh yang selalu mengucilkan dirinya, atau selalu menganggap dirinya rendah dan tidak berguna, dapat juga menjadi orang-orang yang narsis pada masa remaja atau pemudanya. Oleh karena itu sifat narsis biasanya keluar pada masa remaja. Kenapa?
1. karena remaja adalah masa dimana seseorang butuh pengakuan di dalam hidupnya. Dari yang biasanya cuma dianggap anak ingusan yang tidak punya hak suara di rumah maupun di masyarakat, ingin membuktikan dirinya eksis bagi komunitas.
2. Karena masa remaja adalah masa pembentukkan jati diri. Di masa ini seseorang akan menentukan ia mau jadi apa, dikenal sebagai orang yang bagaimana. Misalnya dikenal sebagai orang yang pandai bermain musik atau pandai bernyanyi.
Narsis ini ternyata juga dapat timbul dalam berbagai aspek kehidupan loh, termasuk kehidupan beragama. Pernah ga kita menjadi remaja yang narsis terhadap agama dan kepercayaan yang kita anut. Misalanya menganggap diri paling benar, paling diberkati, paling berhak mendapatkan keselamatan, dan lain sebagainya… wah narsis yang begitu juga bahaya loh, jadi ternyata narsis bukan hanya terjadi dalam pribadi namun juga dapat terjadi dalam suatu kelompok, yah salah satunya adalah kelompok keagamaan.
Ciri-ciri orang yang narsis adalah:
1. merasa lebih penting dan lebih besar dari orang lain: tentu bukan karena ia memang lebih penting atau lebih besar tapi karena ia memang ingin orang lain memandang, memuji dia.
2. memiliki fantasi setinggi langit. Bukan berarti kita tidak boleh memiliki cita-cita setinggi langit, yang membahayakan ketika kita mencita-citakan untuk sesuatu yang benar-benar mustahil terjadi.
3. merasa memiliki status lebih tinggi dari orang lain. Lebih cantik, lebih ganteng
4. butuh pengakuan yang berlebihan
5. cenderung manipulatif dan mengeksploitasi orang lain untuk kepentingan dirinya sendiri
6. nggak bisa berempati dengan orang lain
7. selalu arogan, atau mementingkan kepentingan atau keinginannya sendiri, dan menganggap kepentingan yang lain tidak perlu diperhatikan.
Sebenarnya mencintai diri sendiri itu salah ga sih?
Matius 22: 39 mengatakan bahwa mencintai diri itu ga salah. Karena mencintai diri adalah sesuatu yang manusiawi dan wajar. Orang yang tidak bisa mencintai dirinya sendiri, tidak akan pernah dapat mencintai orang lain. Kenapa? Karena ia sebenarnya tidak tahu bagimana rasanya dicintai dan bagaimana harus mencintai. Yesus mengatakan: “ kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” dan bukan “kasihilah dirimu sendiri seperti engkau mengasihi sesama manusia”. Oleh karena itu menjadi Sesutu yang wajar ketika manusia belajar mencintai dirinya sendiri. Dan setiap orang harus mencintai dirinya sendiri. Mencintai diri disini bukan berarti egois, bukan juga brarti mengutamakan diri sendiri, pokoknya gue…. Yang lain mah belakangan aja...
Cinta disini mengunakan kata agapeis, yang artinya unconditional love atau cinta yang tanpa pamrih, cinta yang diberikan tanpa mengenal kondisi apapun termasuk ketika kita mencintai diri kita sendiri. Mencintai diri berarti:
1. menerima diri sendiri apa adanya, menerima diri dengan segala kelemahan dan kelebihan.
2. Menerima disini juga bukan berarti menerima yang pasif, ya udah gini aja wong uda diciptainnya gini?, bukan menerima yang pesimis. Tapi menerima yang aktif yaitu terus mengembangkan diri mengembangkan kelebihan yang Tuhan kasih untuk kita gunakan.
3. Mencintai diri juga terutama melihat diri sebagai sebuah ciptaan yang utuh dan yang berharga.
Dan bila kita sudah bisa mencintai diri dengan ‘benar’ maka kita akan mampu juga mencintai sesama manusia dengan benar, yaitu dengan menerima semua manusia dengan segala kelemahan dan kelebihannya, menerima perkembangan diri dari sesama kita, dan tentunya mencintai mereka sebagai ciptaan Allah yang utuh dan berharga juga dimata Allah.
Narsis menjadi sesuatu yang salah karena
1. yang kita lakukan bukan pada batas sewajarnya, namun berlebihan. Segala sesuatu yang berlebihan tidak akan membawa hal yang baik bagi kita. Sama seperti ketika kita makan atau minum kebanyakan. Atau minum obat kebanyakan dan tidak mengikuti dosis yang telah ditentukan oleh dokter bagi kita untuk diminum. Mencintai diri adalah baik adanya. Tapi bila itu dilakukan secara berlebihan maka akan menjadi hal yang buruk bagi diri kita. Kita menjadi orang-orang yang tidak tahan kritik, yang selalu melihat kritik sebagai sesuatu yang membahayakan dan merusak diri kita, tidak menyadari bahwa kita memiliki kelemahan yang pada akhirnya dapat menghancurkan kita.
2. saat kita mencintai diri dengan berlebihan maka cinta itu membuat kita terpaut hanya dengan diri dan kebutuhan diri sendiri. Kita menjadi orang yang lupa dengan keberadaan orang lain apalagi Tuhan. Sama yang kelihatan aja susah untuk sayang apalagi sama yang ga keliatan kaya Tuhan?
Nah sekarang gimana caranya supaya kita ga narsis?
1. bersyukur. Maz 139:14 “ Aku bersyukur kepadaMu karena kejadianku dashyat dan ajaib, ajaib apa yang Kau buat dan jiwaku benar-benar menyadarinya” Yups kita patut bersyukur dengan segala yang telah Tuhan jadikan dalam diri kita. Baik itu dengan hidung yang pesek, mata yang sipit, itu semua baik loh di hadapan Tuhan, sempurna. Kita tidak menjadi orang yang tidak berharga di mata Tuhan ketika kita memiliki hidup pesek ata mata sipit kan?
2. berbesar hati. Berbesar hati bila memang ada orang lain yang munkin lebih dari kita. Bukan berarti kita menjadi tidak berharga ketika ada orang yang lebih bisa mengerjakan matematika dibanding kita. Setiap orang dijadikan unik dan hanya satu. Saya tidak bisa berkata bahwa suatu saat saya akan menggantikan seorang Eka Darmaputera, karena memang saya bukan dia. Saya adalah saya yang Tuhan jadikan memiliki keunikan dan kelebihan tersendiri. Tentu berbesar hati disini bukan nrimo aja tanpa mengembangkan diri seperti orangt yang diberikan 1 talenta, yang pada akhiranya mengubur talentanya itu.
3. berkaca diri, alias jangan takabur merasa diri mulia, angkuh, sombong. Kita memang sempurna adanya. Tuhan menjadikan kita dengan sangat baik. Tapi ingat kita masih dalam kuasa daging! Dan daging itu lemah! Jadi kita sebagai manusia yang sempurna di hadapan ALLAH tetaplah manusia yang memiliki kelebihan dan kekurangan. Setiap manusia punya kelebihan dan kekurangan. Itu yang membuat kita sama sama dikatakan manusia dan bukan dewa atau Tuhan. Disitulah Tuhan menuntut kita untuk dapat mengasihi sesama seperti kita mengasihi diri kita sendiri.
Dan tentunya jangan kita melupakan Tuhan. Karena mengasihi Tuhan Allah kita adalah yang pertama dan utama. Karena Tuhan menjadikan kita luar biasa. Tuhan yang memberikan kita kesempatan untuk menjadi manusia yang luar biasa dalam hidup kita. Oleh karena itu mengasihi Tuhan sudah seharusnya kita letakkan di tempat yang paling utama dalam kehidupan kita. Amin..

SEMUA ADALAH IDEA


SEMUA ADALAH IDEA

I. Riwayat Hidup Plato
Plato dilahirkan di Athena pada tahun 427 s.M. dan meninggal di sana pada tahun 347 s.M. pada usia 80 tahun. Dia berasal dari keluarga bangsawan yang kehidupan keluarganya berpengaruh dalam politik Athena. Dia memiliki banyak keahlian diantaranya senam, mengarang, menyatukan dan ilmu, dan filosofi. Sekitar tahun 387 s.M. Plato mendirikan sebuah sekolah filsafat yang bernama Akademia.
Cara Plato mengajar ialah berjalan-jalan di kebun: juga dalam mengajar seperti itu ia teruskan system dialog, bersoal-jawab sepeti yang dikemukakan Sokrates. Plato memiliki banyak tulisan yang berbentuk dialog dan belum lagi dihitung yang berbentuk puisi dan surat.

II. Ajaran Tentang Idea
Idea berasal dari kata bahasa Yunani, yaitu Wid yang berarti melihat dengan menggunakan mata kepala, menatap dengan mata batin, dan mengetahui.
Pandangan filosofi Plato yang paling menarik adalah pendapatnya tentang idea. Plato berpandangan bahwa dunia ini terbagi menjadi dua dunia, yaitu dunia yang tebuka untuk logika kita dan dunia yang terbuka bagi pancaindera kita. Dunia pertama terdiri dari Ide-ide dan dunia kedua adalah dunia jasmani. Pada awalnya, idea itu hanya dipandang sebagai teori logika saja tetapi meluas menjadi pandangan hidup, menjadi dasar umum bagi ilmu dan politik sosial, dan mencakup pandangan agama.
Plato menganggap bahwa idea bukan hanya sebagai pengertian jenis, tetapi dianggap merupakan bentuk dari yang sebenarnya. Idea yang timbul bukan berasal dari dari pikiran saja, tetapi timbul dari sebuah realita yang tejadi di dunia. Pendapat Plato dan Parmenides memiliki kesamaan mengenai dunia. Dalam pendapatnya kedua tokoh tersebut menganggap bahwa dunia tidak bertubuh dan adanya yang satu, kekal, dan tidak berubah-ubah. Dunia yang bertubuh adalah dunia yang terlahir, di dalamnya terdapat barang-barang yang dapat dilihat oleh mata dan dapat disentuh oleh fisik manusia yang pastinya dapat berubah-ubah menurut waktunya dan berpindah tempat. Dunia yang tidak kelihatan dan dunia yang tidak bertubuh adalah dunia idea. Dunia yang bertubuh adalah dunia yang dapat diketahui dengan pandangan dan pengalaman. Dalam dunia yang bertubuh semua unsur yang ada di dalamnya dapat berubah bentuk dan berpindah tempat. Di dunia yang bertubuh tidak ada unsur yang sifatnya kekal. Belum cukup jika hanya menggunakan pandangan dan pengalaman hidup. Berhadapan dengan hal itu di dunia yang tidak bertubuh daripada idea, yang lebih tinggi tingkatannya dan yang menjadi obyek dari pengetahuan pengertian. Obyek tersebut tidak akan berubah bentuk dan akan menetap di dalam dunia ide, jika pengertian yang diberikan tepat kepada tujuannnya. Idea merupakan sumber dari pengertian yang sebenarnya.
Ide hanya dikenal oleh rasio, misalnya ide “segitiga”, Ide “manusia”, dan lain sebagainya. Dalam pikiran kita segitiga hanya ada satu tetapi dalam kenyataannya kita dapat berjumpa dengan banyak hal yang berbentuk segitiga.
Menurut Plato, pada awalnya jati diri atau jiwa manusia hidup di dunia idea-idea atau surga dan dunia itu juga dari dunia fana. Apabila dari awal keberadaan kita di dunia ini menganggap bahwa dunia ini adalah fana, maka secara langsung pandangan itu akan terbawa. Seseorang akan memandang dengan batinnya bahwa idea-idea sempurna dan abadi. Misalnya : idea tntang kebaikan, kebenaran, keindahan, keadilan, dan juga idea tentang manusia atau kuda.
Ketika melihat seekor kuda yang bagus, penglihatan itu hanya membuat pengetian yang menarik yang sebenarnya tetapi tidak seluruh gambar muncul. Pemahaman yang baik itu muncul bukan karena gambar dinilai bagus. Menurut Plato, semua yang dilihat dan dipandang apapun penilaiannya baik buruk maupun baik dan di pandang idea, itu semua ideal dan cita-cita. Idea keindahan merupakan idea yang tertinggi. Idea yang tertinggi merupakan suatu bentuk dari bayangan dari dunia nyata. Pandangan dari cahaya yang indah itulah yang membuat jiwa manusia takjub dan ingin kembali ke dunia asal. Yang indah menjadi penghubung yang bekerja kuat antara dunia yang tidak terlihat dan dunia yang lahir.
























KESIMPULAN

Plato menganggap bahwa semua yang di dunia ini hanyalah idea. Dunia ini terbagi menjadi dua, yaitu dunia idea dan dunia jasmani. Dunia idea berada di dalam pikiran kita dan dunia jasmani berada di dalam kehidupan kita sehari dalam tindakan dan praktek-praktek. Dua dunia ini merupakan satu-kesatuan yang saling berhubungan erat.
Dunia idea dan dunia jasmani memiliki hubungan tetapi tidak dapat disatukan. Seperti contoh: kita menganggap Tuhan adalah sebuah idea. Idea yang timbul dalam alam pikiran manusia saja. Hal itu tidak bisa kita samakan, karena Tuhan bukan berasal dari pikiran dan juga bukan pengetahuan kita. Tuhan berasal dari iman kita.




















Daftar Pustaka

Bertens, K. 1998. Ringkasan Sejarah Filsafat, Jakarta: Kanisius
Hatta, Mohhamad. 1982. Alam Pikiran Yunani, Jakarta: Tintamas
Sutrisno, FX. Mudji. 1992. Para Filsuf Penentu Gerak Zaman, Jakarta: Kanisius.


Teologi Feminis dalam PB 1

Teologi Feminis dalam PB 1
Di penghujung tahun lalu, perhatian masyarakat terfokus pada dua isu heboh yang sejatinya saling berlawanan; yaitu video mesum duet YZ-ME dan poligami Aa Gym. Berlawanan baik dalam sisi etika, moral maupun agama. Dari ketiga sisi ini, jelas semua orang akan mengatakan bahwa adegan video mesum tersebut mutlak salah dan amoral. Sedangkan tentang isu poligami, semua orang tidak akan pernah sepakat mengatakan bahwa poligami Aa Gym itu mutlak salah. Karena dalam agama, memang poligami diperkenankan dengan beberapa cacatan. Namun anehnya, justru pemerintahan SBY lebih “mengurusi” isu poligami dengan meninjau kembali undang-undang (baca: mempersulit) poligami.
Yang kemudian menjadi pertanyaan adalah kenapa pemerintah lebih mengkonsumsi isu poligami yang telah lama eksis di masyarakat? Apa dan siapa di balik niat pemerintah mengkaji ulang undang-undang poligami?
Memang tidak mudah untuk menjawab pertanyaan di atas secara cepat dan tepat. Sebab diperlukan riset yang tidak sederhana. Tapi bagaimanapun, bila ditinjau dari bingkai feminisme, penolakan poligami adalah bagian dari isu ini. Paham feminisme adalah setali tiga uang dengan paham-paham sekularisme, liberalisme dan pluralisme agama. Feminisme dalam kamus Oxford didefinisikan sebagai advocacy of women’s right and sexual equality (pembelaan terhadap hak perempuan dan kesetaraan pria-wanita). Namun dalam perkembangannya, paham feminisme menuntut penggunaan bahasa gender-inclusive, seperti kata chairwoman untuk menggeser chairman, dsb.
Dalam strata sosial, feminisme menuntut hal-hal seperti: legalisasi undang-undang pro-aborsi, hak wanita untuk memilih sebagai ibu rumah tangga atau meninggalkannya, hak mensterilkan kandungan (female genital cutting), dsb. Sedangkan dalam agama, feminisme menuntut penafsiran bercorak feminis terhadap kitab suci, kesamaan waris, hak talak bagi wanita, tidak wajib berjilbab karena jilbab adalah simbol pengekangan berekspresi dan pelecehan eksistensi sosial wanita, pengharaman poligami, menuntut pemberlakuan masa iddah bagi laki-laki, dsb.
Tafsir feminis terhadap Kitab Suci
Dalam buku Penafsiran Alkitab dalam Gereja: Komisi Kitab Suci Kepausan yang edisi aslinya berjudul The Interpretation of the Bible in the Church, the Pontifical Biblical Commision (Kanisius:2003), dijelaskan bahwa asal-usul sejarah penafsiran kitab suci ala feminis dapat dijumpai di Amerika Serikat di akhir abad 19. Dalam konteks perjuangan sosio-budaya bagi hak-hak perempuan, dewan editor komisi yang bertanggung jawab atas revisi (tahrif) Alkitab menghasilkan The Woman's Bible dalam dua jilid. Gerakan feminisme di lingkungan Kristen ini kemudian berkembang pesat, khususnya di Amerika Utara.
Dalam perkembangannya, gerakan feminis ini memiliki 3 bentuk pendangan terhadap Alkitab, Pertama; yaitu bentuk radikal yang menolak seluruh wibawa Alkitab, karena Alkitab dihasilkan oleh kaum laki-laki untuk meneguhkan dominasinya terhadap kaum wanita.
Kedua, berbentuk neo-ortodoks yang menerima Alkitab sebatas sebagai wahyu (profetis) dan fungsinya sebagai pelayanan, paling tidak, sejauh Alkitab berpihak pada kaum tertindas dan wanita.
Ketiga, berbentuk kritis yang berusaha mengungkap kesetaraan posisi dan peran murid-murid perempuan dalam kehidupan Yesus dan jemaat-jemaat Paulinis. Kesetaraan status wanita banyak tersembunyi dalam teks Perjanjian Baru dan semakin kabur dengan budaya patriarki.
Lebih lanjut, Letty M. Russel dalam bukunya Feminist Interpretation of The Bible yang telah diindonesiakan dengan tema Perempuan & Tafsir Kitab Suci, menjelaskan lebih rinci 3 metode tafsir feminis terhadap Alkitab. Ketiga metode ini adalah: a) Mencari teks yang memihak perempuan untuk menentang teks-teks terkenal yang digunakan untuk menindas perempuan. b) Menyelidiki Kitab Suci secara umum untuk menemukan perspektif teologis yang mengkritik patriarki. c) Menyelidiki teks tentang perempuan untuk belajar dari sejarah dan kisah perempuan kuno dan modern yang hidup dalam kebudayaan patriarkal.
Maka berbekal ketiga pendekatan ini, mereka kemudian menafsirkan beberapa ayat Bibel yang dipandang menindas wanita. Di antara ayat-ayat Bibel yang ditafsirkan secara feminis adalah sebagai berikut:
1. Perempuan diciptakan sesudah laki-laki, dari tulang rusuknya (Kejadian 2:21 -23). Ayat ini kemudian ditafsirkan dengan kesetaraan derajat antara laki-laki dan perempuan.
2. Perempuan lebih dahulu berdosa, karena perempuanlah yg terbujuk oleh ular untuk makan buah terlarang (kejadian 3:1-6 dan 1Timotius 2:13 -14) bahkan dilarang memerintah dan mengajar laki-laki (1Timotius 2:12 ). Ayat ini ditafsirkan bahwa baik laki-laki maupun perempuan sama-sama bertanggung jawab atas ketidakpatuhan mereka kepada Tuhan dan sama-sama tertipu oleh bujukan ular.
3. Perempuan tidak mempunyai hak bicara dan harus tutup mulut di gereja (1Korintus 14:34 -35). Ayat ini ditafsirkan sebagai nasehat “khusus” untuk mengatasi kekacauan dalam jemaat Korintus dan tidak berlaku secara umum (di luar jemaat Korintus).
4. Derajat perempuan di bawah laki-laki dan dia harus tunduk kepada suaminya seperti kepada Tuhan (Efesus 5:22 -23). Ayat ini ditafsirkan bahwa dalam berumah tangga, perempuan dan laki-laki harus saling merendahkan diri.
Metode tafsir feminis mungkin tepat untuk diterapkan pada Alkitab sebagai bentuk solusi terhadap Sabda Allah dalam bahasa manusia, yang dikarang oleh banyak manusia dalam semua bagiannya melalui sejarah yang panjang dengan sekitar 5000 ragam manuskrip Bibel yang tidak mudah didamaikan antara satu dan lainnya.
Namun corak penafsiran feminis jelas tidak tepat bila diterapkan pada Al-Qur'an yang mempunyai karakter yang berbeda dengan Alkitab. Anehnya, bagi kalangan liberal Islam, metode ini dipaksakan terhadap studi Al-Qur'an.
Sebagai contoh, Nasr Hamid Abu Zayd, pemikir liberal Mesir yang dimurtadkan oleh 2000 ulama negerinya dan saat ini banyak dianut di kebanyakan IAIN, secara tegas meniru tradisi umat Kristen ini. Dalam memandang ayat-ayat Al-Qur’an tentang wanita, Abu Zayd selalu menafsirkan ala feminis yang berawal dari sikap curiga dan dalih sistem patriarkis yang melatarbelakangi masyarakat Arab abad 7M. Kemudian membenturkannya dengan ayat-ayat yang dapat mengkritik dominasi laki-laki. Sehingga ayat-ayat yang terkesan ‘menindas wanita’ ditafsirkan dalam bentuk kesetaraan hak, kesamaan bagian, kedudukan dan tanggung jawab.
Abu Zayd, dalam bukunya Voice of an Exile (2004:174-175), memandang Al-Quran layaknya seperti umat Kristen terhadap Bibel. Dalam isu gender, dia mempertanyakan: Apakah setiap yang termaktub dalam Al-Quran adalah firman Allah yang harus diaplikasikan? Dia berpendapat bahwa Al-Quran mempunyai dua dimensi; dimensi historis dan dimensi mutlak. Lalu menganalogikannya dengan Bibel dalam pandangan Kristen: “According to Christian doctrine, not everything that Jesus said was said as the Son of God. Sometimes Jesus behaved just as a man”.
Kesimpulan
Legalisasi pengetatan undang-undang poligami cenderung berkiblat pada paham feminisme. Feminisme adalah bagian yang tak terpisahkan dari paham-paham liberalisme, sekularisme dan pluralisme agama yang berakar tunjang pada tradisi Kristen. Feminisme sebagaimana paham Sipilis bukan lagi sekedar wacana, tapi telah menjadi gerakan nyata yang dikampanyekan di kebanyakan perguruan tinggi dan media massa.

Teologi Feminis dalam PB 2

Teologi Feminis dalam PB 2
Siapa Elisabeth Schüssler Fiorenza?
Elisabeth Schüssler Fiorenza lahir di Jerman dan tinggal di sebuha lingkungan Katolik di Fraconia. Beberapa tahun kemudian ia menjalani pendidikan di sebuah Sekolah Katolik Amerika. Ketika masih anak-anak Elisabeth Schüssler Fiorenza sangat dekat dengan lingkungan Katolik Roma, dimana ia diperkenalkan dengan berbagai macam pengajaran dan tradisi iman Katolik. Ketika menginjak masa remaja, ia mulai gemar membaca dan menikmati berbagai macam cerita santo-santa. Pada tahun 1963 ia menjadi wanita pertama yang memperoleh gelar Teologi di Universitas Würzburg Jerman. Tugas akhirnya adalah The ministries of women in the church diselesaikan pada tahun 1962. Ia kemudian meneruskan pendidikan Lisensiat dalam bidang Pastoral dan Teologi pada tahun 1963. Pada tahun 1970 ia menyelesaikan program doktoratnya dalam bidang Perjanjian Baru, yaitu membahas tentang Imamat menurut Kitab Wahyu. Karya tulisnya telah dibukukan dan diterbitkan dalam bahasa Jerman dan sudah diterjemahkan juga dalam berbagai bahasa lain. Ia juga banyak menulis tentang Kitab Wahyu dan juga menulis beberapa artikel mengenai Yudaisme dan Jemaat Kristen Perdana. Beliau memperoleh gelar Profesor bidang Perjanjian Baru dan Teologi di universitas Notre Dame pada tahun 1980 dan Profesor dalam bidang Perjanjian Baru di Sekolah Episcopal Divinity di Cambridge, Massachussets pada tahun 1987. Dalam perjalanan waktu Elisabeth Schüssler Fiorenza telah memperoleh berbagai macam penghargaan, beasiswa, doktor kehormatan, baik dalam skala nasional maupun internasional. Ia menjadi ketua Society of Biblical Literature pada tahun 1983, sebagai konsultan pembicara gerakan perempuan Gereja dalam Catholic Theological Studies Association, dan menjadi anggota pembicara mengenai Perempuan dalam Jemaat Kristen Perdana di Catholic Biblical Association. Fiorenza menikah dengan Francis Schüssler Fiorenza, seorang profesor di Harvard Divinity School, dan mempunyai seorang putri yaitu Christina. Selama berkarir, Fiorenza banyak memberikan kontribusi pada telogi feminis. Ia telah menulis berbagai macam buku dan karangan. Beberapa publikasi yang pernah ia buat antara lain: In memory of her: A feminist theological reconstruction of early Christian origins (1983), The Book of Revelation: Judgment and justice (1976), Bread not stone: The challenge of feminist biblical interpretation (1984) and Discipleship of equals: A critical feminist ecclesiology of liberation (1993). Berbagai macam buku dan karangan yang pernah ia tulis biasanya memiliki topik seputar jemaat kristen prdana, kaum perempuan dan pelayanan Gereja, spiritualitas feminis, pelayanan kaum feminis, patriarki kaum laki-laki, wanita dan gereja, dll[1].
Elisabeth Schüssler Fiorenza termasuk dalam golongan teolog feminis aliran teologi feminis reformis. Kelompok aliran ini juga mengakui adanya dominasi laki-laki dalam tradisi kristen, tetapi mereka mempunyai harapan akan terjadinya transformasi dalam tubuh gereja. Tradisi kristen mempunyai unsur-unsur kuat untuk pembebasan, jadi kesempatan transformasi masih terbuka. Maka mereka memilih tetap dalam gereja untuk melakukan tranformasi. Para teolog feminis Katolik dalam kelompok ini bekerja dengan metode pembebasan. Mereka mencari unsur-unsur patriarki yang dapat dibongkar kemudian dirubah menjadi unsur-unsur keadilan dan kesetaraan gender.
Kaum Feminis dan Kitab Suci
Tulisan ini hendak mengulas mengenai pandangan salah seorang tokoh feminis yaitu Elisabeth Schüssler Fiorenza terutama berkaitan dengan salah satu pandangannya tentang Kitab Suci. Maka fokus tulisan ini lebih mau menunjukkan kaitan antara pandangan teologi feminis berkaitan dengan heremeneutika Kitab Suci. Hal ini hanyalah sebagian kecil dari pandangan teologi Elisabeth Schüssler Fiorenza, karena kita tahu bahwa salah seorang tokoh feminis ini memiliki berbagai macam sisi tilik tentang feminis. Elisabeth Schüssler Fiorenza mengatakan bahwa pusat hermeneutik adalah Gereja Perempuan. Ini bukan berarti perempuan memisahkan diri dari gereja. Istilah Yunani Ekklesia berarti pertemuan umum orang-orang merdeka untuk mengambil keputusan tentang kesejahteraan sosial mereka dan anak-anaknya. Jadi gereja perempuan adalah gerakan perempuan dalam Gereja, merupakan gerakan pembebasan perempuan yang muaranya adalah full humanity. Hal inilah yang dirasa menjadi tujuan gerakan feminis yaitu pembebasan. Hal ini juga terungkap dalam perhatinnya mengenai interpretasi Kitab Suci menurut kaum perempuan, yaitu supaya kaum perempuan juga mengalami pembebasan secara khusus dari pemaknaan akan Kitab Suci yang cenderung menggunakan legitimsi Kitab Suci untuk menindas kaum perempuan.
Analisis budaya patriarkat diterapkan pula dalam membaca Kitab Suci karena patriarkat sebagai piramida kaum laki-laki mengokohkan penindasan kaum perempuan yang berlanjut dengan penindasan berbasis kelas, ras, negara atau agama dimana kaum perempuan juga menjadi bagian dari penindasan ini. Elisabeth Schüssler Fiorenza meyakini bahwa kendati Kitab Suci memiliki latar belakang patriarkat di zaman purba namun ia memiliki unsur-unsur yang secara potensial berciri liberatif, tidak saja bagi kaum perempuan tetapi juga untuk setiap orang yang mengalami penindasan di dalam sistem patriarkat dewasa ini. Konsekuensinya, beberapa pernyataan dalam Kitab Suci mengenai perempuan haruslah secara hati-hati dianalisa dan dimaknai dengan kesadaran adanya bias gender. Kitab suci sendiri sebenarnya bersifat dualisme, seperti yang ditekankan dalam studi biblis perempuan. Di satu sisi sebuah Kitab Suci ditulis dalam bahasa androgini, yang berakar pada budaya patriarki dan secara langsung di dalam Kitab Suci ditekankan mengenai nilai-nilai patriarkal. Di sisi lain, kItab Suci memberi inspirasi dan mendorong kaum perempuan dan orang lain dalam perjuangannya melawan budaya patriarkal[2]. Maka Elisabeth Schüssler Fiorenza menawarkan metode pembacaan dan penafsiran Kitab Suci dari sudut pandang feminis. Metode ini dikenal dengan istilah Hermeneutika Feminis.
Model Hermeneutika Feminis atas Kitab Suci
Elisabeth Schüssler Fiorenza menawarkan cara menafsirkan Kitab Suci sehingga mampu dipahami oleh kaum feminis terutama dalam konteks yang liberal dan tidak bias gender. Metode yang digunakan adalah hermeneutika feminis. Hermeneutika feminis mengacu pada teori, seni dan ketrampilan serta praktik penafsiran Kitab Suci dan teks-teks kuno Kitab Suci demi kepentingan kaum perempuan. Hermenutika feminis tidak terlepas dari model kecurigaan dan kenangan yang menjadi titik tolaknya. Hermeneutika kecurigaan mengajak untuk membangkitkan kesadaran yang menuntut seseorang untuk turut mempertimbangkan pengaruh dari berbagai peran dan pola sikap menyangkut jenis kelamin yang ditentukan secara kultural dalam Kitab Suci. Sedangkan hermenutika kenangan hendak membangkitkan kembali kenangan penderitaan dan ketidakadilan yang telah ditimbulkan oleh kaum patriarkat[3]. Elisabeth Schüssler Fiorenza memberikan kunci dalam model penafsian Kitab Suci sebagai berikut:
1. Suspicion
Dengan menumbuhkan sikap kecurigaan dan tidak secara langsung atau mutlak menerima otoritas Kitab Suci, dengan kata lain kaum perempuan diharapkan dapat membaca Kitab Suci secara kristis. Karena apa? Perlu diingat beberapa hal yang telah disebutkan diatas berkaitan dengan proses penulisan Kitab Suci adalah bahwa Kitab Suci ditulis oleh kaum laki-laki dan diwarnai oleh budaya laki-laki yang sangat mendominasi.
2. Evaluation
Tahap ini mau memberikan evaluasi kristis terhadap otoritas Kitab Suci. Kaum perempuan memiliki otoritas untuk memilih dan menolak suatu teks atau perikop Kitab Suci tertentu yang dirasa tidak sesuai dengan jiwa feminis. Teks atau perikop Kitab Suci terlebih dahulu dievaluasi dan diuji menurut isi pembebasan dalam konteks feminis dan fungsinya dalam konteks historis masa kini. Penafsiran suatu perikop Kitab Suci harus lahir dari suatu penelitian yang sistematis akan pengalaman penindasan dan pembebasan perempuan. Maka teks harus dibebaskan dari kungkungan tradisi atau budaya tertentu terlebih budaya patriarki.
3. Proclamation
Tahap ini mau menafsirkan Kitab Suci melalui pemberitaan, artinya dalam tafsir feminis dikembangkan pemberitaan bahwa teks dalam Kitab Suci yang menunjukkan penindasan dan diskriminasi manusia bukanlah Sabda Allah. Maka kaum perempuan harus senantiasa menyadari bahwa dirinya memiliki otoritas memilih perikop Kitab Suci yang tidak menggambarkan penindasan. Kaum perempuan perlu bersikap kritis dalam membaca Kitab Suci sehingga dapat membedakan mana yang menjadi kabar baik dan mana kabar buruk bagi manusia tertindas.
4. Reconstruction
Rekonstruksi yang dimaksudkan adalah membangun kembali rekaman ingatan dan sejarah. Hal ini dipengaruhi oleh kenyataan bahwa bahasa yang digunakan dalam Kitab Suci adalah bahasa androsentris sebagai bahasa umum, sehingga perempuan tidak masuk di dalamnya. Untuk menyadari bahwa perempuan juga berada dalam perikop Kitab Suci maka perlu dibaca perikop perempuan sebagai indikator dan petunjuk bahwa perempuan ada di pusat kehidupan Kitab Suci.
5. Imagination
Penafsiran melalui perayaan dan ibadat ritual, untuk melengkapi penafsiran melalui pengenangan kembali dan rekonstruksi sejarah. Mengangkat kembali indikator adanya kehidupan feminis dalam Kitab Suci, dapat menolong imajinasi historis, gubahan yang artistik dan perayaan liturgis. Maka ceritera dalam Kitab Suci dapat dituturkan ulang dari perspektif feminis[4].
Tujuan Model Penafsiran Kritis
Menurut Elisabeth Schüssler Fiorenza, Kitab Suci perlu dimaknai sebagai kebenaran yang sungguh serta tanpa salah yaitu segala sesuatu yang dikehendaki Allah demi keselamatan manusia. Keselamatan disini hendaknya tidak hanya dimaknai sebagai keselamatan jiwa saja yaitu pembebasan dari dosa, namun keselamatan juga perlu dimengerti sebagai suatu situasi pembebasan dari tindakan sosial politik. Kadangkala kaum wanita mendapat perlakuan tidak adil dan banyak mengalami penderitaan karena adanya eksploitasi dan struktur patrialkal yang membeda-bedakan manusia menurut jenis kelaminnya. Maka peran Kitab Suci disini jangan sampai menjadi pelembagaan atau legitimasi untuk bertindak tidak adil dan menekan kaum wanita[5]. Oleh karena itu perlulah penafsiran kritis atas Kitab Suci.
Penafsiran kristis atas Kitab Suci ini bukan hanya akan memberikan pencerahan bagi kaum perempuan dalam membaca dan menggunakan Kitab Suci namun juga akan menunjukkan bagaimana pembacaan kaum perempuan terhadap Kitab Suci sungguh dibatasi oleh situasi sosioreligius dan budaya mereka. Hal ini dilakukan demi mencegah kemungkinan-kemungkinan kooptasi dari budaya patriarki. Oleh karena itu interpretasi biblis dari kaum feminis hendaknya ditempatkan dalam pusat perhatian pada perjuangan kaum perempuan untuk mentransformasi struktur-struktur patriarkal baik dalam teks Kitab Suci maupun konteksnya, daripada memfokuskan pada masalah teks Kitab Suci yang berbada androsentris. Proses penafsiran kristis ini diharapkan membantu kaum perempuan semakin dapat merasakan adanya kebebasan dari struktur patriarkal yang cenderung mengeksploitasi, membuat kaum perempuan terpinggir dan mengalami ketidakadilan[6].

Daftar Acuan
-, Sejarah Hidup Elisabeth Schüssler Fiorenza di www.ars-hetooric.net/Queen/ Editor/Schussler.html, diunduh pada 25 Oktober 2007.
Clifford, Anne M., Memperkenalkan Teologi Feminis, Ledalero, Maumere, 2002.
Fiorenza, Elisabeth Schüssler, Searching the Sriptures: vol. 01: A Feminist Introduction, Crossroad, New York, 1993.
Fiorenza, Elisabeth Schüssler, “Struggle is A Name for Hope: A Critical Feminist Interpretation for Liberation”, Pasifica, Pasific, 1997.
Fiorenza, Elisabeth Schüssler, “Demi Keselamatan Kita: Interpretasi Alkitab, Suatu Tugas Teologis” dalam Hommes, Tjaard. G-E. Gerrit Singgih (Ed), Teologi dan Praksis Pastoral : Antologi Teologi Pastoral, Kanisius, Yogyakarta, 1992.
________________________________________
[1] Disarikan dari sejarah hidup Elisabeth Schüssler Fiorenza di www.ars-hetooric.net/Queen/ Editor/Schussler.html, diunduh pada 25 Oktober 2007.
[2] Fiorenza, Elisabeth Schüssler, Searching the Sriptures: vol. 01: A Feminist Introduction, Crossroad, New York, 1993, 5.
[3] Clifford, Anne M., Memperkenalkan Teologi Feminis, Ledalero, Maumere, 2002, 93-94.
[4] Fiorenza, Elisabeth Schüssler, “Struggle is A Name for Hope: A Critical Feminist Interpretation for Liberation”, Pasifica, Pasific, 1997, 236.
[5] Fiorenza, Elisabeth Schüssler, “Demi Keselamatan Kita: Interpretasi Alkitab, Suatu Tugas Teologis” dalam Hommes, Tjaard. G-E. Gerrit Singgih (Ed), Teologi dan Praksis Pastoral : Antologi Teologi Pastoral, Kanisius, Yogyakarta, 1992, 278-279.
[6] Fiorenza, Elisabeth Schüssler, Searching the Sriptures: vol. 01: A Feminist Introduction, 21.

Sosial Injil Di Dalam Kehidupan Gereja

Sosial Injil Di Dalam Kehidupan Gereja

Pada awal dekade, pergerakan sosial injil dibawa dengan semangat individu yang bersifat ramalan dan organisasi reformasi. Pergerakan itu sering menjadi pengganggu bagi gereja dan gereja sering tidak dihargai. Dalam usaha gereja untuk mengumpulkan daya gerak di pergantian abad, pejabat menjadi bagian yang lebih di dalam gereja tersebut. Satu hal yang penting adalah masuknya pernyataan keyakinan sosial dalam konferensi umum gereja mengenai hal-hal keuskupan gereja metodis di tahun 1908. Pada tahun yang sama, dewan gereja pusat telah dibentuk dibawah kepemimpinan yang dipengaruhi oleh sosial injil. Dewan pemerintah pusat memiliki pernyataan iman sosial sendiri dan tidak mengadopsinya. Dalam format gereja metodis gereja perlu berdiri.
Untuk hak yang sama dan melengkapi keadilan untuk semua orang dalam kehidupan.
Untuk prinsip pemufakatan di dalam perslisihan industri.
Untuk perlindungan pekerja dari bahaya mesin, luka-luka, dan kematian.
4. Untuk penhapusan kepada buruh anak .
5. Untuk peraturan dari keadaan tenaga kerja wanita sebagai perlindungan mereka.
6. Karena adanya penindasan.
7. Untuk pengurangan jam kerja menjadi yang layak demi menciptakan kehidupan yang baik.
8. Untuk melepaskan dalam tujuh hari kerja
9. Untuk suatu upah hidup dalam industri
10. Untuk upah yang tinggi yang dapat diusahakan.
11. Untuk pengakuan peraturan utama dan pikiran dari Kristus sebagai hukum masyarakat tertinggi.
Dalam konferensi umum memanggil semua pendeta untuk mempelajari masalah ini. Pengajaran seperti Yesus di pahami dan digunakan mereka. Semua anggota dihimbau untuk mencari kerajaan Allah. Kehendak Allah diyakini akan dilaksanakan di bumi maupun di surga.
Pernyataan kayakinan sosial setidaknya menghasilkan sesuatu yang dijadikan teladan bagi gereja. Pernyataan tersebut diperuntukkan untuk s elamanya meliputi berbagai isu penting lainnya setelah pergerakan sosial injil yang telah memudar.
Sosial Gospel dalam Nyanyian
Di dalam gereja pada masa tersebut memang ada pengutamaan terhadap segala doktrin atau penekanan terhadap disatukannya tata ibadah dan pujian. Berbagai bahan tata ibadah, mencakup doa dan pernyataan iman dan pujian, dipengaruhi pergerakan itu. Ini mencakup pernyataan iman orang korea dengan persaudaraan pria dan Bapa ditekankan kepada Allah. Di bawah ini merupakan contoh pujian dari Frank Manson North 1903 :

Di mana Salib menjadi jalan kehidupan yang penuh sesak,
Di mana suara tangis dari suku dan bangsa,
Di atas gaduh dari perselisihan
Kami dengar suara mu. Seorang anak manusia.
Di banyak tempat dalam keadaan sedih dan membutuhkan
Di baying-banyang ambang pintu gelap dengan ketakutan
Dari alur dimana tersembunyi iming-iming ketamakan
Kami menangkap visi dari mata mu.

Atau baris dalam pujian John Haynes Holme “ Suara Tuhan Apakah memanggil” :

Aku dengar orang-orang ku menangis di ranjang dan milik ku dan perkampungan
tidak ada lapangan atau pasar yang tenang, Tidak ada jalan kota yang bisu.
Saya lihat orang-orang ku terjatuh dalam kegelapan dan keputusasaan.
Siapa yang akan aku kirim untuk menghanncurkan belenggu yang mereka bawa?

Atau pujian John Oxenham 1913 “Di dalam Kristus Tidak Ada Timur atau Barat”, dengannya “ Menggandeng tangan,kemudian, Saudara yang beriman, apa yang mungkin bagi bangsamu. Siapa yang melayani Bapa ku sebagai seorang putera pasti dekat dengan ku.” Seperti inilah pujian yang menarik nafsu pergerakan ke dalam hidup di gereja, ibadahnya.

SOSIAL INJIL DAN KAUM BURUH

SOSIAL INJIL DAN KAUM BURUH
Social injil terjadi pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Pada abad tersebut gerakan ini dikenal gerakan di kalangan orang Kristen Protestan. Gerakan ini muncul di Amerika akibat respon terhadap berbagai masalah sosial yang tumbuh di Amerika seiring dengan perkembangan industri perkotaan. Namun, faktor utama munculnya social gospel adalah bertumbuhnya industri.. Gerakan social gospel Amerika, dimulai pada akhir perang sosial, yang didapat dari gereja Protestant sampai awal perang dunia pertama. Kegiatan mereka ini berpusat pada rumah, yang disebut rumah singgah.Dalam peper ini akan coba dijelaskan mengenai apa hubungan antara gerakan sosial injil dengan kaum buruh.

Sosial Injil dan Kaum Buruh
Pada masa akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, kebanyakan buruh berada pada kemalangan dalam menghadapi kenyataan penderitaan yang amat menyedihkan. Serikat-serikay kejuruan bagi kaum pekerja zaman dulu telah dihapuskan, tetapi tidak ada usaha untuk mengganti dengan upaya perllindungan lainnya. Hal tersebut menciptakan dampak yang negatif bagi para buruh masa itu. Dampak yang terlihat adalah para pekerja sering sekali mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi oleh para majikannya. Situasi masih diperburuk lagi oleh penghisapan penuh ketamakan, kajahatan, yang sudah sering dikecam oleh Gereja, tetapi dengan pelbagai cara yang licik masih tetap dijalankan juga oleh orang-orang yang rakus.
Seorang pendeta congregasional yang bernama Washington Gladden dalam bukunya Apllied Christianity volume 1886, mengatakan bahwa dampak dari kekristenan adalah peningkatan orang-orang yang mapan dan makmur. Namun, pada saat yang sama dia mengkritik perbedaan yang besar antara orang-orang yang mapan dan makmur dengan para pekerja. Sehingga yang terjadi malah yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Menurut dia, orang-orang yang membutuhkan tenaga kerja, jangan menganggap para pekerja sebagai sebuah komoditas. Tetapi harus merasakan kemanusian, memperhatikan kesehatan para pekerja. Gladden sangat mendukung peran serta organisasi ketenagakerjaan.
Seorang tokoh beraliran pietisme yaitu Walter Reuschenbusch , pernah tinggal dengan orang-orang miskin selama sebelas tahun di kota New York di daerah Hell’s Kitchen dan sebagai pendeta di Gereja Second Baptist Church. Dia merupakan salah satu tokoh yang berpengaruh dalam gerakan Sosial Injil di Gereja. Teologi yang dimiliki berpusat kepada kerajaan Allah. Menurut Reuschenbusch, dengan adanya keserakahan, ketidakadilan, dan penindasan terhadap kaum buruh dapat menciptakan dosa. Dosa tersebut berasal dari diri sendiri. Reuschenbusch memberikan nasihat agar orang-orang tidak lagi melakukan penindasan dalam bentuk apapun kepada para pekerja. Dia juga mengatakan bahwa manusia mampu berbuat baik pada dirinya, karena dalam diri setiap manusia sudah terdapat kebaikan alimiah. Kebaikan alamiah yang dimiliki oleh setiap manusia ini terlepas dari agama yang mereka anut. Manusia juga bukan hidup untuk dirinya sendiri namun hidup berelasi dengan orang lain
Ada upaya yang dilakukan oleh gereja-gereja untuk melakukan perlindungan terhadap kaum buruh. Dalam format gereja metodis gereja perlu berdiri.
 Untuk hak yang sama dan melengkapi keadilan untuk semua orang dalam kehidupan.
 Untuk prinsip pemufakatan di dalam perslisihan industri.
 Untuk perlindungan pekerja dari bahaya mesin, luka-luka, dan kematian.
 Untuk penghapusan kepada buruh anak.
 Untuk peraturan dari keadaan tenaga kerja wanita sebagai perlindungan mereka. Karena adanya penindasan.
 Untuk pengurangan jam kerja menjadi yang layak demi menciptakan kehidupan yang baik.
 Untuk melepaskan dalam tujuh hari kerja
 Untuk suatu upah hidup dalam industri.
 Untuk upah yang tinggi yang dapat diusahakan.
 Untuk pengakuan peraturan utama dan pikiran dari Kristus sebagai hukum masyarakat tertinggi.

Penutup

Gerakan Sosial Injil yang terjadi di dalam Gereja merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan pada kaum buruh. Pada masa itu masih banyak orang yang sulit untuk membrikan keadilan bagi kaum buruh. Para majikan biasanya menuntut produksi untuk menghasilkan kekayaan dan tanpa melihat kesehatan atau kesejahteraan kaum buruh.
Dalam hal ini, Gereja harus memberikan tindakan atas segala bentuk penindasan yang dialami kaum buruh. Gereja mengajarkan tentang cinta kasih terhadap orang-orang yang melakukan penindasan. Cinta kasih yang diberikan berasal dari inji-injil. Cinta kasih itulah yang dapat menciptakan keadilan dalam dir seseorang terhadap sesama.






















Daftar Pustaka

Chapman, Mark. 1993. Walter Rauschenbusch and The Coming Of God’s Kingdom, as essay in The Kindom Of God and Human Society. Edinburg: T&T Calrk.
Hardawiryana,R.1999. Kumpulan Dokumen Ajaran Sosial Gereja Tahun 1891-1991., Jakarta: Departemen Dokumentasi Dan Penerangan KWI.
Wogaman, Philip. 1994. Christian Ethics A Historical Introduction,. London: SPCK.

GERAKAN SOCIAL GOSPEL

GERAKAN SOCIAL GOSPEL

Social Gospel (Injil Sosial) merupakan gerakan intelektual di kalangan orang Kristen Protestan yang populer pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Gerakan ini muncul di Amerika akibat respon terhadap berbagai masalah sosial yang tumbuh di Amerika seiring dengan perkembangan industri perkotaan. Dalam peper ini, kelompok mencoba menjelaskan pandangan social gospel untuk mewujudkan kerajaan Allah dibumi.

Social Gospel di Amerika
Gerakan social gospel Amerika, dimulai pada akhir perang sosial, yang didapat dari gereja Protestant sampai awal perang dunia pertama. Gerakan ini mendapat pengaruh dari gerakan anti perbudakan, hidup sederhana dan feminisme. Namun, faktor utama munculnya social gospel adalah bertumbuhnya industri. Revolusi Industri di Utara bertumbuh dengan cepat hal ini berbeda dengan di Selatan. Saat itu disebut juga Gilded Age, karena banyak orang menjadi semakin kaya karena kemakmuran. Namun, disisi lain timbul banyak masalah sosial, seperti buruh anak, dll. Sehingga yang terjadi malah yang miskin semakin miskin.
Social gospel diekspresikan dalam tiga gerakan yang dibedakan melalui strategi-strategi. Strategi yang pertama dikembangkan oleh orang-orang konservativ yang lebih menekankan pada orang-orang miskin dan para imigran. Kegiatan mereka ini berpusat pada rumah, yang disebut rumah singgah. Seperti yang dilakukan Jane Addams di Chicago. Strategi yang kedua lebih radical, mereka lebih menekankan pemahaman diri mereka sendiri tentang bagaimana pengembangan manusia dindetifikasikan dengan melihat sejarah tentang bagaimana Allah membantu manusia pada masa lampau.
Strategi yang ke tiga yang paling dominant, strategi yang lebih reformis. Karena dengan mendekati orang-orang yang makmur yang sama seperti mereka, mereka meminta orang-orang ini melihat atau memperhatikan orang-orang yang miskin.
Washington Gladden (1836-1918), dia seorang pendeta congregasional dan pemimpin social gospel. Dalam bukunya Apllied Christianity volume 1886, dia mengatakan bahwa dampak dari kekristenan adalah peningkatan orang-orang yang mapan dan makmur. Namun, pada saat yang sama dia mengkritik perbedaan yang besar antara orang-orang yang mapan dan makmur dengan para pekerja. Sehingga yang terjadi malah yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Menurut dia, orang-orang yang membutuhkan tenaga kerja, jangan menganggap para pekerja sebagai sebuah komoditas. Tetapi harus merasakan kemanusian, memperhatikan kesehatan para pekerja. Gladden sangat mendukung peran serta organisasi ketenagakerjaan.

Walter Reuschenbusch
Reuschenbusch (1861-1918), beraliran pietisme campuran Jerman-Amerika. Dia pernah tinggal dengan orang-orang miskin selama sebelas tahun di kota New York di daerah Hell’s Kitchen dan sebagai pendeta di Gereja Second Baptist Church. Inilah yang menjadi awal masuknya dia kedalam gerakan social gospel. Dia menjadi profesor sejarah gereja di Rochester Theological Seminart tahun 1897. Teologi Reuschenbusch sangat dipengaruhi oleh Ritschlian.
Reuschenbusch memusatkan teologinya pada Kerajaan Allah seperti yang ditekankan oleh para nabi di perjanjian lama, yaitu, hidup dan pengajaran Yesus. Kerajaan Allah bukanlah sesuatu yang transenden dan abstrak. Kerajaan Allah tidak dilihat dari prespektif kedatangan Yesus yang kedua kali (porusia) namun Kerajaan Allah adalah hasil usaha manusia berupa sebuah komunitas yang berkembang di tengah-tengah orang percaya.
Reuschenbusch juga mengakui arti penting dosa dalam drama keselamatan. Dosa adalah sikap egois yang memberontak melawan Allah. Ada tiga bentuk dosa yaitu, menyenangkan diri sendiri, egois, dan mengesampingkan Tuhan. Maka, akan sulit untuk hidup berkomunitas yang didalamnya ada keadilan, kebenaran dan kasih. Manusia telah mengalami keselamatan sehingga kini fokusnya bukan pada diri sendiri lagi tetapi kepada Allah dan orang lain. Maka, setiap individu hanya dapat meninggalkan gaya hidup dan kebiasaan mereka yang berdosa apabila mereka dibebaskan dari tatanan ekonomi dan sosial yang membuat mereka berdosa
Ide mengenai pendamaian dan kerajaan Allah, dimulai dari Allah dan Kristus dilanjutkan dengan Allah dan manusia. Kematian Yesus dikayu salib memutuskan manusia dari kuasa dosa. Salib adalah fakta yang menandakan kasih karunia yang mengundang pertobatan dan kerendahan hati. Penebusan dipahami sebagai reonsiliasi penderitaan dan kasih yang menunjukan kemenangan Kristus atas dosa dan Kasih-Nya kepada Allah.
Ia menerjemahkan pemahaman-pemahaman mengenai kerajaan Allah kedalam hubungan sosial, struktur-struktur dan pemasalah-permasalahannya. Umat manusia bukan hidup untuk dirinya sendiri namun hidup berelasi dengan orang lain. Struktur dan relasi dapat menjadi salah satu kemungkinan atau halangan perwujudan tujuan-tujuan Allah yang penuh kasih.
Dia juga mengatakan bahwa manusia mampu berbuat baik pada dirinya, karena dalam diri setiap manusia sudah terdapat kebaikan alimiah. Kebaikan alamiah yang dimiliki oleh setiap manusia ini terlepas dari agama yang mereka anut. Manusia juga bukan hidup untuk dirinya sendiri namun hidup berelasi dengan orang lain. Namun, struktur dan relasi dapat menjadi salah satu kemungkinan atau halangan perwujudan tujuan-tujuan Allah yang penuh kasih.
Hidup bisnis merupakan bagian yang tidak mungkin berubah dari kehidupan sosial. Dalam kritiknya tentang hidup bisnis, Rauschenbusch pada dasarnya menyamakan dirinya dengan sayap orang sosialis dari social gospel. Ia menulis bahwa “gerakan orang sosial modern yang pintar, bersama, dan berkesinambungan untuk membentuk masyarakat seturut hukum dan pembangunan sosial”. Dia juga menyutujui perubahan sosial melalui langkah-langkah yang konkrit, seperti pergerakan buruh

Sosial Injil Di Dalam Kehidupan Gereja
Pada awal dekade, pergerakan sosial injil dibawa dengan semangat individu yang bersifat ramalan dan organisasi reformasi. Pergerakan itu sering menjadi pengganggu bagi gereja dan gereja sering tidak dihargai. Dalam usaha gereja untuk mengumpulkan daya gerak di pergantian abad, pejabat menjadi bagian yang lebih di dalam gereja tersebut. Satu hal yang penting adalah masuknya pernyataan keyakinan sosial dalam konferensi umum gereja mengenai hal-hal keuskupan gereja metodis di tahun 1908. Pada tahun yang sama, dewan gereja pusat telah dibentuk dibawah kepemimpinan yang dipengaruhi oleh sosial injil. Dewan pemerintah pusat memiliki pernyataan iman sosial sendiri dan tidak mengadopsinya. Dalam format gereja metodis gereja perlu berdiri.
 Untuk hak yang sama dan melengkapi keadilan untuk semua orang dalam kehidupan.
 Untuk prinsip pemufakatan di dalam perslisihan industri.
 Untuk perlindungan pekerja dari bahaya mesin, luka-luka, dan kematian.
 Untuk penghapusan kepada buruh anak.
 Untuk peraturan dari keadaan tenaga kerja wanita sebagai perlindungan mereka. Karena adanya penindasan.
 Untuk pengurangan jam kerja menjadi yang layak demi menciptakan kehidupan yang baik.
 Untuk melepaskan dalam tujuh hari kerja
 Untuk suatu upah hidup dalam industri.
 Untuk upah yang tinggi yang dapat diusahakan.
 Untuk pengakuan peraturan utama dan pikiran dari Kristus sebagai hukum masyarakat tertinggi.
Dalam konferensi umum memanggil semua pendeta untuk mempelajari masalah ini. Pengajaran seperti Yesus di pahami dan digunakan mereka. Semua anggota dihimbau untuk mencari kerajaan Allah. Kehendak Allah diyakini akan dilaksanakan di bumi maupun di surga. Pernyataan kayakinan sosial setidaknya menghasilkan sesuatu yang dijadikan teladan bagi gereja. Pernyataan tersebut diperuntukkan untuk selamanya meliputi berbagai isu penting lainnya setelah pergerakan sosial injil yang telah memudar.

Sosial Gospel dalam Nyanyian
Di dalam gereja pada masa tersebut memang ada pengutamaan terhadap segala doktrin atau penekanan terhadap disatukannya tata ibadah dan pujian. Berbagai bahan tata ibadah, mencakup doa dan pernyataan iman dan pujian, dipengaruhi pergerakan itu. Ini mencakup pernyataan iman orang korea dengan persaudaraan pria dan Bapa ditekankan kepada Allah. Di bawah ini merupakan contoh pujian dari Frank Manson North 1903 :

Di mana Salib menjadi jalan kehidupan yang penuh sesak,
Di mana suara tangis dari suku dan bangsa,
Di atas gaduh dari perselisihan
Kami dengar suara mu. Seorang anak manusia.
Di banyak tempat dalam keadaan sedih dan membutuhkan
Di baying-banyang ambang pintu gelap dengan ketakutan
Dari alur dimana tersembunyi iming-iming ketamakan
Kami menangkap visi dari mata mu.

Atau baris dalam pujian John Haynes Holme “ Suara Tuhan Apakah memanggil” :

Aku dengar orang-orang ku menangis di ranjang dan milik ku dan perkampungan
tidak ada lapangan atau pasar yang tenang, Tidak ada jalan kota yang bisu.
Saya lihat orang-orang ku terjatuh dalam kegelapan dan keputusasaan.
Siapa yang akan aku kirim untuk menghanncurkan belenggu yang mereka bawa?

Atau pujian John Oxenham 1913 “Di dalam Kristus Tidak Ada Timur atau Barat”, dengannya “ Menggandeng tangan,kemudian, Saudara yang beriman, apa yang mungkin bagi bangsamu. Siapa yang melayani Bapa ku sebagai seorang putera pasti dekat dengan ku.” Seperti inilah pujian yang menarik nafsu pergerakan ke dalam hidup di gereja, ibadahnya.

Social Gospel Eropa
Social Gospel yang dimulai di Amerika, menyebarkan pengaruhnya hingga ke benua Eropa. Para tokoh yang berperan dalam gerakan ini adalah Leonhard Ragaz, Johan Christoph Blumhardt dan anaknya Christoph Friedrich Blumhardt.
Leonard Ragaz
Ragaz adalah seorang Profesor Teologi dan seorang pendeta di Gereja Reformed. Ia merupakan reformator pertama Swiss yang memberikan respon terhadap perang dunia sepanjang hidupnya. Ia menekankan sosialisme religious berdasar pada tema Kerajaan Allah. Menurutnya, perubahan sosial tidak hanya disebabkan oleh karena manipulasi institusional saja, melainkan juga menyangkut hati dan pembaharuan oleh Roh. Karenanya, perubahan social dan reformasi agama harus berjalan berdampingan.
Ia memimpikan dan menyetujui adanya organisasi Internasional yang menyatukan seperti PBB. Sosialisme merupakan dasar yang membawa perkembangan sejarah yang lebih maju dan melepaskan kapitalisme. Sosialisme muncul lewat perjuangan, bahkan revolusi. Namun bukan berarti perjuangan itu dilakukan dengan kekerasan, karena kekerasan akan menghancurkan karakter sosialisme yang esensial. Karena di dalam sosialisme, ada rasa kebersamaan yang kuat dan kesadaranakan kebebasan, kebebasan dalam persekutuan dan persekutuan dalam kebebasan.

Blumhardts
Blumhard merupakan seorang teolog akademik dan reformator sosial praktis, namun memiliki fondasi spiritualitas yang dalam. Pemikiran mereka berpusat pada ke-segera-an perwujudan Kehadiran Kerajaan Allah di bumi. Menurutnya, perjuangan melawan kejahatan tidak terjadi di surga, namun di dunia tempat kita tinggal sekarang ini. Kehidupan abadi merupakan manifestasi dalam dunia. Melalui wahyu Ilahi, pencerahan itu juga harus datang dalam dunia sosial dan politik. Karenanya Blumhart menjadi seorang pasifis yang sama sekali menolak perang. Karena perang baginya adalah suatu kekejian yang mirip dengan kehidupan binatang: yang kuat memangsa yang lemah. Lagipula, kemanusiaan hanya ada dalam dunia jika semua orang dapat memaknai perdamaian. Karenanya ia justru lebih setuju pada anarki. Kehidupan di dunia ini harus berkembang, dan karenanya setiap manusia harus terlibat di dalamnya, sehingga tidak perlu ada pemerintahan agar tidak ada penindasan. Penekanan yang ingin ditujukan Blumhardt adalah keadilan ekonomi. Ia menolak segala bentuk perbudakan dan bentuk-bentuk yang mengutamakan individual.

Penutup
Gerakan social gospel ini muncul sebagai bentuk protes kepada gereja agar jangan hanya mementikan hal-hal yang bersifat rohani, hanya antara individu-individu dengan Tuhan (vertikal) dan orang-orang yang kaya yang mementingkan kesejahteraan dirinya sendiri. Akibatnya mereka tidak peduli dengan sesama mereka yang ada disekitarnya. Yesus sendiri tidak hanya mengajarkan muridnya tentang hal-hal yang vertical saja namun juga horizontal dengan mengasihi sesama. Maka sebagai pengikut Kristus, kita juga harus mengikuti perkataan dan perbuataan Kristus untuk menghadirkan Kerajaan Allah ditengah-tengah dunia ini.


Daftar Pustaka
Auschenbusch, 1945. Walter R. A Theology For The Social Gospel. Nashville: Abingdon.
Chapman, Mark. 1993. Walter Rauschenbusch and The Coming Of God’s Kingdom, as essay in The Kindom Of God and Human Society. Edinburg: T&T Calrk.
Wogaman, Philip. 1994. Christian Ethics A Historical Introduction,. London: SPCK.
.

Kekerasan Anak Sekolah Minggu (ASM)

Kekerasan Anak Sekolah Minggu (ASM)
“Sikap Gereja Terhadap Kekerasan Guru Sekolah Minggu kepada Naradidik”

I. Pendahuluan
Perpanjangan dari gerakan pentakosta ada pada tahun 1901 di Kansas dan penyebarannya sangat cepat di seluruh tempat. Masyarakat semakin akrab dengan kekerasan terkadang tindakan kekerasan dianggap sebagai salah satu bentuk penyelesaian masalah.Kekerasan merupakan suatu tindakan yang telah terjadi dalam kehidupan manusia, bahkan tindakan ini telah terjadi dalam kehidupan bergereja. Tindakan kekerasan ini pun tidak hanya terjadi pada kalangan orang dewasa, akan tetapi kepada anak-anak juga. Kekerasan dilakukan dari anak yang masih bayi hingga pada orang lanjut usia. Tidak ada pengecualian atau pembatasan kepada atau terhadap siapa kekerasan ini dilakukan. Kekerasan tidak lagi memandang apakah makhluk tersebut layak untuk mendapatkan tindakan tersebut. Terkadang, anak-anak kecil yang belum mengerti apa itu kekerasan, menjadi korban dari tindakan kekerasan tersebut. Sebagai contoh, di suatu gereja protestan yang terletak di kawasan Senen, Jakarta pusat terdapat sejumlah anak didik sekolah minggu menjadi korban kekerasan dari Pembina sekolah minggu. Seperti yang diketahui seorang anak kecil selalu bertindak mengikuti keinginan hati mereka, tanpa memikirkan apa yang telah mereka lakukan menyenangkan orang lain, yang mereka ketahui hanyalah bahwa tindakan mereka tersebut menyenangkan mereka. Di gereja ini, setiap anak sekolah minggu melakukan kenakalan, sebagai contoh: tidak berdoa disaat berdoa, melakukan kegiatan pribadi selama sang Pembina menyampaikan Firman Tuhan, sang anak bermain saat mendedangkan pujian. Maka, samg anak akan dicubit, dipukul, dan dibentak. Layakkah mereka mendapatkan pengajaran tambahan mengenai kekerasan dari Pembina sekolah minggu mereka?, dan bagaimana sikap atau tindakan gereja terhadap tindakan kekerasan yang dilakukan Pembina sekolah minggu terhadap naradidiknya?. Maka, melalui paper ini penulis akan mencoba membahasnya.

I. Isi

II.a. Definisi Kekerasan

Kekerasan adalah perihal keras, perbuatan seseorang atau sekolompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain, paksaan.
Kekerasan berarti yang mengandung tekanan, desakan yang keras. Kekerasan ini membawa kekuatan paksaan dan tekanan (Windhu, 1992;63). Poerwadarminta, mendefinisikan kekerasan sebagai “sifat atau hal yang keras; kekuatan, paksaan.” (Poerwadarminta, 1986’404). Kekerasan bukan kosakata asing bagi peradaban manusia. Sejak manusia diciptakan telah terjadi kekerasan, ini dapat dibaca dari kisah Kain dan Habil, sebagaimana tertulis dikitab suci.
Macam kekerasan bisa berupa tindakan kekerasan fisik atau kekerasan psikologi:
• Definisi kekerasan Fisik (WHO): tindakan fisik yang dilakukan terhadap orang lain atau kelompok yang mengakibatkan luka fisik, seksual dan psikogi. Tindakan itu antara lain berupa memukul, menendang, menampar, menikam, menembak, mendorong (paksa), menjepit.
• Definisi kekerasan psikologi (WHO): penggunaan kekuasaan secara sengaja termasuk memaksa secara fisik terhadap orang lain atau kelompok yang mengakibatkan luka fisik, mental, spiritual, moral dan pertumbuhan sosial. Tindakan kekerasan ini antara lain berupa kekerasan verbal, memarahi/penghinaan, pelecehan dan ancaman.



II.b. Hal-hal yang Terjadi pada Anak Korban Kekerasan

Anak-anak yang mengalami kekerasan bisa mengalami hal-hal sebagai
Berikut:
1. Anak menjadi orang yang mementingkan diri sendiri. Kekerasan sebetulnya merupakan pernyataan atau wujud dari tekad membela kepentingan. Jadi, kalau kita dihadapkan atau hidup di tengah- tengah masyarakat atau keluarga yang makin hari makin keras memperlakukan anak, si anak yang kita besarkan ini mungkin bisa bertumbuh besar menjadi orang yang egois yang hanya memikirkan kepentingan diri sendiri dan akhirnya mempunyai sifat yang keras. Dia, misalnya, akan mengekspresikan kemarahannya dengan kekerasan. Hal ini sangat potensial membuat anak juga melakukan kekerasan dalam rumah tangganya kelak.
2. Kekerasan pada anak dapat menghancurkan anak secara rohani, emosional, dan sosial sebagaimana halnya dengan fisik. Anak yang mengalami kekerasan sering mengalami depresi, rasa takut serta perasaan bersalah. Mereka akan mengalami kesulitan untuk mempercayai orang lain dan merasa kurang percaya diri.


II.c. Tindakan Gereja Terhadap Kekerasan yang Terjadi pada ASM

Kasus kekerasan terhadap anak belakangan ini cukup marak terjadi, hal yang mencengangkan ialah bahwa kebanyakan kasus kekerasan justru dilakukan oleh orang terdekat anak itu sendiri. Tentu saja hal ini sangat memprihatinkan, mengingat bukan tidak mungkin hal itu dialami oleh anak didik sekolah minggu juga. Beberapa Pembina sekolah minggu yang mengaku percaya pada prinsip-prinsip kedisiplinan yang ada di Alkitab justru memiliki penafsiran dan penerapan Alkitab yang salah sehingga mereka melakukan kekerasan pada anak-anak, memukul dengan menggunakan saat anak tersebut bermain pada saat ibadah pelayanan anak. Kekerasan anak adalah berbagai tindakan yang dapat melukai seorang anak. Luka itu bisa disebabkan oleh emosi yang diperlihatkan Pembina sekolah minggu terhadap anak didik yang melakukan kesalahan atau kenakalan. Bisa juga karena pemahaman yang salah mengenai disiplin dan hukuman untuk anak. Kekerasan itu dapat terwujud secara emosional dan fisik. Seringkali, kekerasan terhadap anak dilakukan oleh anggota keluarganya sendiri. Oleh karena itu, banyak kasus yang tidak terungkap karena anak merasa bahwa adalah hak Pembina sebagai guru atau orang yang lebih tua dari mereka untuk melakukan tindakan itu pada mereka. Mereka juga takut akan hukuman yang lebih berat lagi jika mereka membantah atau menceritakan hal tersebut kepada orang lain. Yang seharusnya dilakukan gereja adalah, gereja perlu menekankan kepada anak bahwa kita boleh melindungi diri, tetapi dalam pengertian menjadi orang yang tegas bukan orang yang kasar. Dalam kelas sekolah minggu, sering-seringlah menekankan pelajaran-pelajaran mengenai kelembutan, kasih, disiplin, ketegasan Yesus. Untuk anak-anak yang berjiwa keras, dengan tegas dapat kita katakan dan ajarkan bahwa saat mereka melakukan hal yang negatif, seperti memukul temannya, itu berarti mereka sedang berdosa kepada Tuhan. Jika mereka memberikan sanggahan bahwa orang tuanya pun melakukan hal itu kepada dia, ajaklah dia dengan lemah lembut untuk mendoakan orang tuanya. Bagi anak-anak yang karena kekerasan pada dirinya menjadi orang yang kehilangan kepercayaan diri atau depresi berat, bimbinglah mereka dengan lemah lembut pula. Tunjukkan pada mereka bahwa Anda ada di pihak mereka dan siap mendukung. Berikanlah kepastian kepadanya bahwa mereka aman saat berada di dekat guru sekolah minggu. Pendekatan secara pribadi dan intensif sangat perlu bagi anak yang mengalami kasus ini. Mungkin kita tidak dapat mencampuri urusan keluarga anak sekolah minggu, tetapi kita dapat membantu mereka dengan memulihkan sakit fisik, mental, maupun rohani mereka. Yang dapat kita lakukan, antara lain sebagai beriku
a. Melakukan kunjungan ke rumah anak sekolah minggu. Dalam kunjungan, fokuskan kunjungan pada anak, bukan untuk menasihati atau bahkan menyalahkan orang tua mereka. Jika sangat sulit menemui anak di rumah, waktu-waktu setelah ibadah sekolah minggu selesai akan menjadi saat yang sangat tepat bagi Anda untuk melakukan pendekatan tersebut.
b. Dalam pertemuan pribadi Anda dengan anak, biarkan mereka mengungkapkan seluruh isi hati mereka. Biarkan mereka menangis atau mengungkapkan kemarahan mereka di hadapan Anda. Jadilah pendengar yang baik dan jangan menyela pembicaraannya.
c. Untuk anak kelas kecil, Anda dapat membelikan buku-buku cerita Alkitab bergambar. Lalu, ceritakan atau berikanlah buku-buku tersebut kepada mereka secara pribadi.

II. d . Tindakan yang Seharusnya dilakukan Seorang Pembina Sekolah Minggu

Komunikasi biasanya memang identik dengan verbal atau kata-kata. Namun pada zaman sekarang kita tidak cukup dengan komunikasi kata, melainkan komunikasi pikiran, komunikasi hati, komunikasi perbuatan.

1. Komunikasi kata.
Jangan menggunakan kata-kata konfrontasi yang kasar dan memancing amarah ataupun dengan ucapan siapa yang berkuasa. Apabila kita mencecar anak-anak dengan peluru kata-kata maka ada 2 kemungkinan yang terjadi: ia akan lari ke tempat persembunyiannya dan melampiaskan amarahnya atau kemungkinan kedua, ia akan balas menyerang saudara.

- Selesaikan dulu urusan saudara sebelum saudara menyelesaikan urusan dengan anak-anak SM saudara. Biasanya kita yang dalam keadaan sibuk, capek dalam pelayanan mudah sekali untuk melampiaskan emosi kepada anak-anak karena merasa anak-anak tidak berani menantang atau membalas kita. Keluarkanlah dulu balok di mata kita, barulah kita mengeluarkan serpihan kayu di mata anak-anak SM kita (Mat. 7:3-5).
- Setelah saudara mempersiapkan diri (berdoa terlebih dahulu), berbicaralah dengan anak SM saudara di tempat yang tepat dan waktu yang tepat (saya biasanya melakukannya ketika setelah belajar atau kerumahnya. Di remaja yang saya pernah alami atau sekali-sekali di tempat ini, saya sering menggunakan kesempatan bertemu di hari senggang untuk ngobrol, atau bisa juga saya ajak pergi makan dan di sanalah saya berbicara menanyakan perihal pergumulan di dalam dirinya). Jangan menegur mereka di tempat umum atau di depan teman-temannya karena hal tersebut hanya akan membuat dirinya malu. Ambillah waktu khusus maka secara tidak langsung saudara hendak mengatakan, “Kamu sangat berarti bagi saya.” Memberikan hikmat kepada anak-anak bukan dengan cara memukul anak-anak dengan kata-kata melainkan Amsal 1:8-9 berkata, “Hai anakku, dengarkanlah didikan ayahmu, dan jangan menyia-nyiakan ajaran ibumu, sebab karangan bunga yang indah itu bagi kepalamu, dan suatu kalung bagi lehermu.” Seperti memberikan harta yang termahal baginya. Kita harus menghindarkan dari mencari tahu siapa yang benar atau siapa yang salah. Di dalam buku Masa Penuh Kesempatan yang ditulis oleh Paul David Tripp, dia mengemukakan tiga cara untuk menolong kita ketika kita menghadapi anak-anak (remaja) yang bersikap defensif:

a. Menjelaskan makna dari tindakan kita. Kita bisa katakan, “Jangan salah paham, om/tante tidak menuduhmu. Om/tante sangat mengasihimu dan karena kasih itu, om/tante ingin melakukan apa saja yang bisa om/tante lakukan untuk menolongmu. Kalau ada hal yang ingin kau sampaikan sama om/tante, kamu bisa tolong beritahukan dengan hormat kepada om/tante.”
b. Kita harus menolong mereka meneliti sikap defensif mereka sendiri. Menurut Tripp, anak-anak menderita kebutaan spiritual sehingga perlu untuk dibimbing melihat keadaan spiritual mereka sendiri. Kita dapat katakan, “Tahukah kamu ada banyak kegelisahan atau kekacauan di ruangan ini. Bukankah om/tante tidak membentakmu, menyakitimu, atau menuduhmu? Tetapi sepertinya kamu tidak suka dengan om/tante. Mengapa kamu marah atau tidak suka sama om/tante? Dapatkah kamu jelaskan kepada om/tante?”
c. Berusaha jujur dengan cara mengaku dosa-dosa yang telah kita lakukan kepada anak-anak kita. Kadang tanpa sadar kita sudah melukai hati mereka dengan kata-kata kita yang kasar, membentak, atau mungkin memukul. Kita harus akui kesalahan kita kepada anak-anak kita dan tunjukkan juga pengakuan itu kepada Tuhan agar anak-anak dapat menyadari dosa mereka juga di hadapan Tuhan dan kita.

2. Komunikasi pikiran.
Bawa mereka di dalam pengenalan akan diri mereka sendiri. Ajukan pertanyaan yang membutuhkan deskripsi, penjelasan, dan pengungkapan diri. Jangan puas hanya dengan jawaban ya atau tidak saja. Anak-anak biasanya suka bercerita (mulai berkurang pada zaman ini), jadi manfaatkan kebiasaan mereka ini dengan mendengarkan keluhan mereka. Pancing mereka mengungkapkan segala gundah gulana mereka. Mengapa? Karena biasanya anak-anak yang “bermasalah” di SM memiliki masalah pula di rumah. Jadi dengan mengetahui isi pikiran mereka, maka kita kira-kira dapat mengira bagaimana kehidupan keluarga mereka di rumah, bagaimana perlakuan yang mereka dapatkan dari orangtua mereka. Anak-anak memang akan sulit sekali mengungkapkan pemikiran mereka karena pikiran mereka masih abstrak dan belum tersusun rapi, terlebih lagi mereka sudah “malas” berpikir keras kalau hal itu tidak menantang mereka (seperti permainan game yang mereka mainkan).
3. Komunikasi hati.
Apakah kita pernah mengajak anak-anak didik kita masuk ke dalam pembicaraan yang dalam? Misalnya membicarakan tentang Tuhan Yesus secara pribadi kepada mereka? Biasanya pengajaran di kelas sangat menyulitkan kita untuk menembus hati setiap anak karena pengajaran yang kita ajarkan bersifat umum dan bisa saja ditanggapi dengan berbeda-beda oleh setiap anak. Penting sekali kita kembali mengajarkan secara pribadi kepada setiap anak agar kita dapat lebih memperkenalkan kepada anak-anak mengenai Yesus.
4. Komunikasi perbuatan.
Tunjukkan kasih kita dengan perbuatan! Saya menyarankan kita untuk melakukan perkunjungan agar anak-anak dapat merasa lebih dekat dan diperhatikan (imbasnya nanti juga ke orangtua yang melihat keseriusan kita dalam melayani anak-anak mereka). Anak-anak mungkin tidak dapat mengekspresikan sukacita mereka ketika melihat kita datang mengunjungi mereka atau dalam tingkah laku kita yang menunjukkan kasih kepada mereka, namun percayalah, setiap gerak gerik kita akan diamati oleh anak-anak kita, sadar atau tidak sadar. Anak-anak adalah mesin foto copy yang paling canggih di seluruh dunia. Di dalam zaman di mana mereka sudah kehilangan figur rohani yang ideal, maka penting sekali kita menumbuhkembangkan kembali figur yang ideal di dalam diri kita, agar mereka tidak mencari figur di luar kekristenan. Ajarkan mereka untuk melakukan firman Tuhan seperti kita!


II. Penutup

Luther menekankan bahwa cara pendidikan anak-anak dan kaum muda hendaknyalah dengan cara sederhana, ramah, gembira dan bergurau (Lihat uraian Luther tentang Hukum Taurat II). Itu artinya menghindari segala bentuk kekerasan seperti kekerasan fisik (memukul, menjewer dan sebagainya) dan kekerasan psikologis: mengancam, menakut-nakuti, menghina, merendahkan dan sebagainya).
"Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu:Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah Bapa-Ku yang di sorga." (Matius 18:10). Sebagai guru sekolah minggu, kita dapat memberikan nasihat-nasihat atau pertolongan kepada anak agar kekerasan yang terjadi pada dirinya tidak membawa dampak negatif yang dalam bagi kehidupannya. Gereja adalah tempat persekutuan orang beriman, merupakan kehidupan brsama yang berpusat pada Yesus Kristus, sebagai saluran untuk menyatakan kehendak Allah, merupakan lembaga dasar di mana hidup bersama sebagai anak-anak Allah diwujudkan. Gereja juga seharusnya sebagai tempat untuk mendidik, membimbing seluruh anggota jemaat termasuk anak sekolah minggu untuk menjadi orang yang dewasa dalam iman, pengharapan dan kasih, yang dimulai dari usia skolah minggu hingga usia dewasa, yang dilakukan secara terus menerus tidak putus-putusnya. Dasar iman Kristen adalah kasih, ini adalah kebenaran. Dan inti hukum taurat adalah kasih dalam dimensi vertical dan horizontal (Matius 22: 37-39). Anak-anak Allah dipanggil untuk menghayati kebenaran itu.




DAFTAR PUSTAKA

Kamus Besar Bahasa Indonesi, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988). Hlm.425

Sihombing Justin, Kekerasan Terhadap Masyarakat Marginal, Yogyakarta: Penerbit Narasi, 2005

Perkantas, terjemahan, Langkah-langkah Pertumbuhan Iman, Jakarta: Perkantas, 1997

unionism.wordpress.com/2008/09/05/kekerasan-ditempat-kerja/ - 32k -, diakses pada Selasa 19 mei 2009 pukul 13:23.

www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/288/ - 33k, diakses pada Selasa 19 mei 2009 pukul 13:29.

hkbps.com/?p=138 - 42k, diakses pada Selasa 19 mei 2009 pukul 14.02