Minggu, 28 Februari 2010

Khotabah 31 Januari 2010

Mazmur 128:1-6
Hidup yang Takut akan Tuhan
Sesuai dengan tema minggu kita pada hari ini, maka saya pun mengangkat tema/judul hidup yang akan takut akan Tuhan.
Pembacaan kita pada minggu ini dari Mazmur 128:1-6, sebelum kita membahas lebih dalam, saya terlebih dahulu memperkenalkan kitab Mazmur kepada kita semua. Kita barang kali sudah sering kali dan berulang kali mendengarkan kitab Mazmur. Tapi apakah mazmur itu? Dalam PL terdapat tiga bagian yaitu Thora yang artinya Taurat, Neviim yang artinya Nabi, dan yang terakhir Ketuvim yang artinya tulisan-tulisan dan Mazmur masuk dalam bagian Ketuvim atau yang disebut dengan kitab-kitab atau tulisan-tulisan. Mazmur sendiri merupakan kitab yang bersifat puitis dan historis. Bagi orang Israel kitab Mazmur sendiri digunakan sebagai nyanyian-nyanyian di bait Allah dan sering kali disebutkan bahwa Daud merupakan pengarang dari kitab Mazmur, dan seperti saya jelaskan di atas bahwa Mazmur adalah mazmur yang berisi nyanyian-nyanyian dan pujian maka Mazmur di bagi menjadi 10 jenis yaitu Mazmur pujian, Mazmur ucapan syukur, Mazmur yang memuji Yahwe sebagai Raja, Mazmur Raja Israel, Mazmur Ratapan, Mamur Ziarah, Mazmur Sejarah Israel, Mazmur Taurat, Mazmur Kemenangan, dan Mazmur Berkat dan Kutuk. Itulah sedikit penjelasan mengenai Mazmur.
Dan Mazmur 128 ini merupakan sebuah pernyataan iman bahwa Allah yang selalu dapat dipercaya dan benar akan selalu memberkati mereka yang menunjukkan hormat. Takut akan Tuhan tidak hanya berarti rasa takut akan ketaatan terhadap sejumlah perintah, melainkan cara hidup seperti yang di tulis di ayat 1b, melainkan yang menempat Allah di atas segala-galanya. Seperti yang ditunjukkan di ayat 1 Alkitab kadang-kadang mendramatisasi hidup manusia sebagai dua jalan yaitu jalan orang benar dan jalan orang sesat/ fasik dan masing-masing orang harus memilih dari dua jalan tersebut mana yang yang harus di pilih. Seperti teks lagu ketika kita masih sekolah minggu, teks itu menuliskan:
“ di dalam dunia ada dua jalan, lebar dan sempit mana kau pilih, yang lebar api, jiwa mu mati, tapi yang sempit hidupmu senang”
Dan di ayat 2-4 menggambarkan konsekuensi-konsekuensi dari dua jalan Tuhan; mempertinggi mutu hidup dalam hidup keluarga. Yang dimaksud adalah pria dewasa, yang biasanya mengepalai rumah tangga dalam dunia alkitabiah dan orang Israel tersebut seperti orang Batak, bahwa garis keturunan nya bersifat patrilineal. Dalam ayat 5-6, pembicara, barangkali seorang imam dari petugas kenisah, memperluas berkat dari rumah tangga kepada seluruh umat Israel, termasuk generasi yang akan datang atau generasi sekarang.
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan Takut akan Tuhan? Dalam kamus Alkitab, kata takut dalam arti “perasaan takut” dan saya mendefinisikan takut adalah tunduk, tulus hati melayani yang dapat kita artikan bekerja untuk Tuhan. Berangkat dari takut tersebut maka Takut akan Tuhan dapat kita definisikan sebagai hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya.
TAKUT AKAN TUHAN Arti pertama dari takut ini adalah sikap hormat, takjub, mengagumi akan Tuhan dan segala karyaNya baik itu berupa keselamatan maupun akan dunia ciptaanNya.Dari sana berangkat pujian, penyembahan dan ibadah.
Arti kedua dari takut yang dimaksud adalah perasaan gentar berhadapan dengan Allah yang Maha Kudus yang membenci dosa. Berangkat dari sana kita menghindari dosa ,mewujudkan hidup kudus dan lebih luas lagi selalu mengusahakan untuk menyelaraskan hidup ini sesuai dengan kehendak dan Firman Tuhan.
Amsal 15:3 mengatakan:”Mata Tuhan ada disegala tempat, mengawasi orang jahat dan orang baik.” Sejiwa dengan itu ada ucapan dalam bahasa latin yang mengatakan: “Coram Deo” artinya kita hidup dihadapan hadirat Allah. Karena hidup dihadapan Allah dimanapun kita berada maka kita diajak untuk takut kepada Tuhan dalam bentuk hormat, takjub,pujian, ibadah, menghindari dosa dan menyelaraskan hidup sesuai dengan Firman Tuhan. Buang takut yang negatif dan merusak kesehatan jiwa, lalu bersamaan dengan itu kembangkan takut yang positif, takut kepada Tuhan yaitu takut yang membawa berkat.
Minggu ini disebut dengan septuagesima, yang artinya tujuh puluh hari menjelang kebangkitan. Persiapan yang mulai dilakukan untuk memasuki masa-masa pra-Paskah, Paskah, yang merupakan rangkaian peristiwa kebangkitan Yesus dari alam kubur. Makanya dalam Alkitab bahasa Batak dituliskan Hanangkok yang menggambarkan keadaan bangsa Israel bersama-sama naik ke atas ke kota Yerusalem untuk bersama-sama merayakan paskah.
Salah satu persiapan yang perlu dilakukan adalah yang berhubungan dengan keluarga, persisnya hubungan antara suami, isteri, dan anak-anak. Dalam artian, bagaimana masing-masing pihak memahami posisinya di tengah-tengah keluarga dengan cara bersikap yang tepat terhadap anggota keluarga lainnya. Sesuai dengan Epistel kita minggu ini dari Kolose 3:18, 4:1 akan tetapi dalam penafsiran kita semua sering salah penafsiran di Kolose 3:18 sering kali kita menafsirkan bahwa seorang suami dapat semena-mena terhadap istrinya, akan tetapi kita juga harus melihat di Kolose 3:19 bahwa seorang suami harus mengasihi istrinya dan janganlah berlaku kasar terhadap dia(istrinya). Akan tetapi ayat tersebut harus kita hubungkan dengan Efesus 5:22-25 bahwa seorang suami harus menyayangi istrinya sama seperti menyayangi Tuhan seperti hukum kasih yang pertama, “Kasihilah Tuhan Allahmu seperti engkau mengasihi dirimu sendiri” dan seorang istri harus taat kepada suaminya sama seperti taat kepada Tuhan. Dan menjadi orang tua harus berlaku adil, mengasihi, jujur seperti di Kolose 3:21 disebutkan bahwa, “hai Bapa-bapa janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya dan sebagai anak harus seperti yang disebut di Amsal 1:8 bagaimana di sebutkan bahwa seorang anak harus mendengarkan didikan ayahnya, dan jangan menyianyiakan ajaran ibumu. Oleh sebab itu di Amsal 3:23 disebutkan bahwa apapun posisimu baik sebagai suami, istri, orang tua, anak, tua dan hamba apapun yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan, dan bukan untuk manusia. Karena keluarga adalah gereja kecil
Oleh sebab itu dapat kita simpulkan bahwa Ketaatan akan Tuhan dapat dijabarkan menjadi 2 penjabaran yaitu secara sifat dan Iman. Hidup Takut akan Tuhan yang pertama adalah takut yang positif dalam arti tunduk seperti dalam bahasa Yunani adalah Piss Theo, yaitu saya taat. Yang kedua takut yang mengasihi Tuhan dengan segenap hatimu dan kedua itu disimpulkan dengan Ketaatan secara sifat. Dan ketaatan yang kedua adalah Iman yang dalam arti mempercayai Allah sebagai Tuhan dan Iman menjadi bukti dari yang tidak kita lihat. Akan tetapi muncul berbagai pertanyaan mengapa harus iman? Jawabanya adalah karena, menurut Firman Tuhan sendiri, inilah ”denyut jantung” seluruh kekristenan kita. Mengapa Iman di analogikan seperti denyut jantung? Seperti tubuh kita. Minus ”denyut jantung”, bisa saja kita mengenakan pakaian raja-raja, berbaring di atas ranjang kencana, dikawal sepasukan tentara, dan dengan jasad nampak utuh sempurna. Namun tanpa-nya? Kita tanpa jantung tak berarti apa-apa. Oleh sebab itu betapa sentralnya Iman tersebut pada ke Kristenan kita. Oleh sebab itu takut akan Tuhan jika menggunakan iman akan menjadi saya yakin atau bahasa Yunani nya disebut Sole Fide. Bahkan Yesus sendiri berkata bahwa, “manusia dibenarkan karena iman dan bukan karena melakukan hukum taurat.”
Dan di akhir renungan kita minggu ini maka kita menyimpulkan bahwa hidup yang takut akan Tuhan adalah dengan ketaatan yang postif dan dengan Iman
Amin.